Jumat, 21 Desember 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan(HealthyPeople,1997).
Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah Rheumatik Artritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua (14,5%) setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991).
Dibandingkan dengan jantung dan kanker, rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian  ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes (Health-News,2007).
Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk membahas Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Rheumatoid Artritis.

B.     Tujuan Penulisan
1.         Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal: Rheumatoid Artritis
2.         Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan makalah ini antara lain mahasiswa dapat menjelaskan:
a.         Definisi Rheumatoid Artritis
b.        Etiologi penyakit Reumathoid Artritis
c.         Manifestasi Klinik Rheumatoid Artritis
d.        Patofisiologi Rheumatoid Artritis
e.         Penatalaksanaan Rheumatoid Artritis

C.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1.                Bagaimana etiologi penyakit Rheumatoid Artritis?
2.                Apa saja manifestasi klinis dari Rheumatoid Artritis?
3.                Bagaimana patofisiologi Rheumatoid Artritis?
4.                Bagaimana penatalaksanaan penyakit Rheumatoid Artritis?

D.    Manfaat Penulisan
1.         Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan mahasiswa dalam bidang keperawatan gerontik khususnya dengan gangguan muskuloskeletal: Rheumatoid Artritis.


2.         Manfaat Praktis
Menjadi dasar mahasiswa dalam merencanakan dan menerapkan asuahan keperawatan gerontik dengan gangguan muskuloskeletal: Rheumatoid Artritis.






BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    SISTEM GERAK
1.      Skeletal
Rangka manusia tersusun dari tulang –tulang (206 tulang) yang membentuk suatu rangka tubuh. Selain tersusun dari tulang rangka tubuh di sebagian tempat juga dilengkapi dengan kartilago (tulang rawan).
Fungsi:
a.       Menyokong struktur tubuh
b.      Menjadi tempat melekatnya serat otot
c.       Membentuk sel darah
d.      Menyimpan ion anorganik(yaitu, kalsium dan fosfor)
e.       Melindungi organ dalam dari trauma.

Adapun skeletal (tulang dibagi) menjadi dua yaitu axial skeletal dan apendikular skeletal.
a.       Axial Skeletal
Rangka aksial terdiri dari tulang-tulang dan bagian kartilago yang melindungi dan menyangga organ-organ kepala, leher, dan dada. Bagian rangka aksial meliputi tengkorak, tulang hiloid, osikel, auditori, kolumna vertebra, sternum dan tulang iga.
1)      Tengkorak
Tersusun dari 22 tulang: 8 tulang karnial dan 14 tulang fasial. Tengkorak otak terdiri dari tulang – tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh tulang bergerigi yang disebut sutura, banyaknya 8 buah yang terdiri dari 3 bagian yaitu:
a)      Kubah Tengkorak 
i.       Os. Frontal yaitu tulang dahi terletak dibagian depan kepala.
ii.     Os. Padetal yaitu tulang ubun – ubun terletak ditengah kepala.
iii.   Os. Oksipital yaitu tulang kepala belakang terletak dibalakang kepala. Os. Oksipital terdapat sebuah lubang cocok sekali dengan lubang yang terdapat dalam ruas tulang belakang yang disebut foramen magnum.
b)      Dasar tengkorak
i.       Os. Sfenoidal (tulang baji) tulang ini terletak didasar tengkorak, bentuknya seperti kupu – kupu yang mempunyai tiga pasang sayap. Dibagian depan terdapat sebuah rongga yang disebut kavum sfenoidalis yang berhubungan dengan rongga hidung. Dibagian atasnya agak meninggi dan berbentuk seperti pelana yang disebut sela tursika yaitu tempat letaknya kelenjar buntu (hipofise).
ii.     Os. Etmoidal (tulang tapis) terletak disebelah depan dari Os. Sfenoidal, diantara lekuk mata, terdiri dari tulang tipis yang tegak dan mendatar. Bagian yang mendatar mempunyai lubang – lubang kecil (lempeng tapis) yaitu tempat lalunya saraf penciuman ke hidung sedangkan dibagian depannya membentuk sekat rongga hidung. Disamping dua tulang diatas tengkorak ini juga dibentuk oleh bagian tulang – tulang lain diantaranya tulang – tulang kepala belakang, tulang dahi, dan tulang pelipis. Adapun bentuk dari dasar tengkorak ini tidak rata tetapi mempunyai lekukan depan tengah dan belakang.
c)      Samping tengkorak
Samping tengkorak dibentuk oleh tulang pelipis (Os. Temporal) dan sebagian dari tulang dahi, tulang ubun – ubun dan tulang baji. Tulang pelipis terdapat dibagian kiri dan kanan samping kepaladan terbagi atas tiga bagian yaitu:
                                                                          i.            Bagian tulang karang (skuamosa), yang membentuk rongga – rongga yaitu rongga telinga tengah dan rongga telinga dalam.
                                                                        ii.            Bagian tulang keras ( Os. Petrosum) yang menjorok kebagian tulang pipi dan mempunyai taju yang disebut prosesus stiloid.
                                                                      iii.            Bagian mastoid, terdiri dari tulang yang mempunyai lubang – lubang halus berisi udara dan mempunyai taju, bentuknya seperti puting susu yang disebut prosesus mastoid.
2)      Tengkorak Wajah
Bagian ini pada manusia bentuknya lebih kecil daripada tengkorak otak. Didalamnya terdapat rongga – rongga yang membentuk rongga mulut (kavum oris), rongga hidung (kavum nasal), dan rongga mata (kavum orbita). Diabagi atas dua bagian yaitu:
a)      Bagian Hidung
                                                                                i.           Os. Lakrimal: tulang mata terletak disebelah kiri/kanan pangkal hidung disudut mata.
                                                                              ii.           Os. Nasal: tulang hidung yang membentuk batang hidung sebelah atas.
                                                                            iii.           Os. Konka: tulang karang hidung letaknya didalam rongga hidung bentuknya berlipat – lipat.
                                                                            iv.           Septum Nasal: sekat rongga hidung adalah sambungan tulang tapis yang tegak.
b)      Bagian Rahang
                                                                                i.           Os. Makrilaris (tulang rahang atas), terdiri dari tulang bagian kiri dan kanan menjadi satu didalamnya terdapat lubang – lubang besar yang berisi udara yang disebut sinus makrilaris (antrum higmori) yang berhubungan dengan rongga hidung.
                                                                              ii.           Dibawah Os. Lakrimaris terdapat suatu taju tempat melekatnya urat gigi yang disebut prosesus alveolaris.
                                                                            iii.           Os. Zigomatikum, tulang pipi terdiri dari tulang kiri/kanan.
                                                                            iv.           Os. Palatum, tulang langit – langit, terdiri dari dua buah tulang kiri/kanan, dibagian tulang muka ini yang keras disebut palatum mole.
                                                                              v.           Os. Madibularis, tulang rahang bawah. Dua buah kiri/kanan dan menjadi satu dipertengahan dagu. Bentuknya seperti logam kuda, bagian muka membentuk taju yang disebut prosesus korakoid yaitu tempat melekatnya otot – otot kunyah dan kondilus yang membentuk persendian tulang pipi. Pada tulang rahang atas dan tulang rahang bawah banyak mempunyai lubang – lubang yaitu tempat saraf dan pembuluh darah.
                                                                            vi.           Os. Hioid, tulang lidah letaknya agak terpisah dari tulang – tulang wajah yang lain yaitu terdapat dipangkal leher diantara otot – otot leher.
3)      Kerangka Dada
Kerangka dada dibentuk oleh susunan tulang yang melindungi rongga dada yang terdiri dari tulang dada (sternum) sebanyak 1 buah, tulang iga (kosta) sebanyak 12 pasang, tulang torakalis sebanyak 12 ruas.
a)      Tulang dada
Tulang dada menjadi tonggak dinding depan dari toraks (rongga dada) bentuknya gepeng dan sedikit melebar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu:
                                                                                i.           Manubrium sterni, bagian tulang dada sebelah atas yang membentuk persendian tulang selangka (klavikula) dan tulang iga.
                                                                              ii.           Korpus sterni, bagian yang terbesar dari tulang dada dan membentuk persendian dengan tulang – tulang iga.
                                                                            iii.           Prosesus xifoid, bagian ujung dari tulang dada dan pada bayi masih berbentuk tulang rawan.
b)      Tulang Iga
Os. Kosta atau tulang iga banhyaknya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan. Bagian depan berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang berhubungan dengan ruas – ruas vertebra torakalis dengan perantaraan pesendian. Perhubungan ini memmungkinkan tulang – tulang iga dapat bergerak kembang kempis menurut irama pernapasan. Tulang iga dibagi menjadi tiga macam yaitu:
                                                                                i.           Iga sejati (Os. Kosta Vera), banyaknya 7 pasang, berhubungan langsung dengan tulang dada dengan perantaraan persendian.
                                                                              ii.           Tulang iga tak sejati ( Os. Kosta Spuria), banyaknya 3 pasang, berhubungan dengan tulang dada dengan perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke 7.
                                                                            iii.           Tulang iga melayang (Os. Kosta Fluitantes), banyaknya 2 pasang, tidak mempunyai hubungan dengan tulang dada.
c)      Ruas Tulang Belakang
Bentuk dari tiap – tiap ruas tulang belakang umunya sama hanya ada perbedaan sedikit tergantung pada kerja yang ditanganinya. Ruas – ruas ini terdiri atas beberapa bagian:
                                                                                i.           Badan ruas, merupakan bagian yang terbesar, bentunya tebal dan kuat terletak disebelah depan.
                                                                              ii.           Lengkung ruas, bagian yang melingkari dan melindungi lubang ruas tulang belakang, terletak disebelah belakang dan pada bagian ini terdapat beberapa tonjolan yaitu:
i)          Prosesus Spinosus (taju duri), terdapat ditengah lengkung ruas, menonjol kearah belakang.
ii)        Prosesus Transvesum (taju sayap), terdapat disamping kiri dan kanan lengkung ruas.
iii)      Prosesus Artikularis (taju penyendi), membentuk persendian denag ruas tulang belakang (vertebralis).
Ruas – ruas tulang belakang ini tersusun dari atas ke bawah dan diantara masing – masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut cakram antar ruas sehingga tulang belakang bisa tegak dan membungkuk. Disamping itu disebelah depan dan belakangnya terdapt kumpulan serabut – serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas –ruas tulang belakang. Ditangeh bagian dalam ruas- ruas tulang belakang terdapat pula suatu saluran yang disebut saluran sumsum tulang belakang (kanalis medula spinalis) yang didalmnya terdapat sumsum tulang belakang. Fungsi ruas tulang belakang yaitu:
i.       Menahan kepala dan alat –alat tubuh lain.
ii.     Melindungi alat halus yang ada didalamnya (sumsum tulang belakang)’
iii.   Tempat melekatnya tulang iga dan tulang panggul.
iv.   Menentukan sikap tubuh.
Bagian – bagian dari ruas tulang belakang terdiri dari:
i.        Vertebra servikalis (tulang leher) terdiri dari 7 ruas, mempunyai badan ruasbadan ruas kecil dan lubang ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat lalunya saraf yang disebut foramen transversum. Ruas pertama vertebra servikalis disebut atlas yang memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoid(aksis) yang memungkinkan kepala berputar kekiri dan kekanan. Ruas ke 7 mempunyai taju yang disebut prosesus prominam, taju ruasnya agak panjang.
                                                                              ii.           Vertebra torakalis (tulang punggung) terdiri dari 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju durinya panjang dan melengkung. Pada bagian dataran sendi sebelah atas, bawah, kiri, dan kanan membentuk persendian dengan tulang iga.
                                                                            iii.           Vertebra lumbalis (tulang pinggang), terdiri dari 5 ruas. Badan ruasnya besar, tebal dan kuat, taju durinya agak pincak. Bagian ruas dari ke 5 agak menonjol disebut promontorium.
                                                                            iv.           Vertebra sakralis (tulang kelangkang) terdiri dari 5 ruas. Ruas – ruasnya menjadi satu sehingga menyerupai sebuah tulang samping kiri/kanannya terdapat lubang kecil 5 buah yang disebut foramen ssakralis. Os. Sakrum menjadi dinding belakang dari rongga panggul.
                                                                              v.           Vertebra koksigis (tulang ekor) terdiri dari 4 ruas, ruasnya kecil – kecil dan menjadi sebuah tulang yang disebut Os. Koksigialis. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sakrum.
4)      Lengkung Kolumna Vertebralis
Dilihat dari samping kolumna vertebralis terlihat ada empat kurva atau lengkung. Lengkung vertikal, daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal melangkung kebelakang, daerah lumbal melengkung ke depan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Sendi kolumna vertebralis dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang terltaka di antar atiap dua vertebra yang dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan didepan dan dibalakang vertebra sepanjang kolumna vertebralis.
Cakaram antar badan vertebra adalah bantalan tebal dari tulang rawan fibrosa yang terdapat diantara badan vertebra yang dapat bergerak. Gerakan sendi dibentuk antara cakram dan vertebra dengan gerakan yang terbatas dan gerakan fleksi, ekstensi, lateral, samping kiri, dan samping kanan.
Fungsi kolumna vertebralis sebagai penopang badan yang kokoh sekaligus bekerja sebagai penyangga dengan perantara tulang rawan cakram intervetebralis yang lengkungnya memberi fleksibilitas untuk membengkok tanpa patah. Cakram juga berguna untuk meredam goncangan yang terjadi bila menegakakkan badan seperti waktu berlari dan meloncat, dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung dari goncangan.
5)      Gelang Panggul
Gelang panggul atau tulang pelvis adalah penghubung antara badan dan anggota bawah yaitu tulang sakrum dan koksigis yang bersendi satu dengan yang lainnya pada simfisis pubis.
Pelvis terbagi atas dua bagian, pelvis mayor atau rongga panggul besardan pelvis minor atau rongga panggul kecil.diantara kedua rongga tersebut diabatasi oleh garis tepi atau linea terminalis.
Sendi – sendi pelvis, sendi sakroiliaka, adalah sendi antara ilium yang disebut aurikuler dan kedua sisi sakrum. Gerakan ini dangat sedikit karena ligamentumnya sangat kuat menyatukan permukaan sendi sehingga membatasi gerakan seluruh jurusan. Simfisis pubis adalah sendi antara tulang duduk dipisahkan oleh tulang rawan.
6)      Gangguan pada Vertebra
i.          Lengkung Abnormal
i)        Skoliosis, yang dapat muncul selam masa pertumbuhan yang cepat (masa remaja), yaitu lengkungan lateral spina dengan rotasi pada vertebra.
ii)      Kifosis, yang merupakan kasus kongenital (bawaan lahir) atau akibat penyakit, merupakan lengkung posterior yang berlebihan pada bidang toraks: biasanya disebut punggung bungkuk
iii)    Lordosis (swayback) adalah lengkung anterior yang beerlebihan pada area lumbal.
ii.        Diskus terherniasi (keluar)
i)        Diskus intervertebral terletak diantara dua badan tulang vertebra yang berdekatan dan bertindak sebagai peredam stress diantara kedua tulang tresebut
ii)      Setiap diktus mengandung suatu massa sentral, nukleus pulposus, yang tersusun dari jaringan kartilago dan elastik yang diselimuti oleh oleh lapisan fibrokartilago bagian luar, anulus fibrosus. Anulus ini terdiri dari einein fibrosa konsentris yang menahan nukleus pulposustetap ditempatnya.
iii)    Sejalan dengan pertambahan usia, atau akibat cedera, anulus fibrosus kehilangan daya elastisitasnya sehingga nukleus pulposus dapat keluar dari tempatnya dan menekan medulla spinalis atau akar saraf, serta menimbulkan nyeri.
iii.      Spina bifida adalah suatu defek kongenital yang didalamnya dua lamina pada lengkungan vertebra gagal menyatu di garis tengah, sehingga menyebabkan jaringan pada medulla spinalis menonjol. Defek ini paling sering terjadi di area lumbal.
b.      Rangka Apendikular
Rangka apendikular dibagi menjadi anggota gerak atas dan anggota gerak bawah.
1)      Anggota Gerak Atas
Kerangka anggota gerak atas dikaitkan dengan kerangka badan dengan antaraan gelang bahu yang terdiri dari skapula dan klavikula. Tulang – tulang yang membentuk kerangka lengan antara lain gelang bahu, humerus, ulna dan radius, karpalia, metakarpalia, dan falangus.
a)      Gelang Bahu
Gelang bahu yaitu persendian yang menghubungkan lengan dengan badan. Pergelangan ini mempunyai mangkok sendi yang tidak sempurnaoleh karena bagian belakangnya terbuka. Bagian ini dibentuk oleh dua buah tulang yaitu skapula (tulang belikat) dan klavikula (tulang selangka).
i.        Skapula (tulang belikat) terdapat dibagian punggung sebelah luar atas, mempunyai tulang iga 1 sampai 8, bentuknya hampir segitiga. Disebelah atasnya mempunyai bagian yang disebut spina skapula. Sebelah atas dan bawah spina skapula terdapat dataran melekuk yang disebut fosa supraskapula (sebelah atas) dan fosa infraskapula (sebelah bawah). Ujung dri spina skapula dibagian bahu membentuk taju yang disebut akromion dan dan berhubungan dengan klavikula dengan perantara persendian. Disebelah bawah medial dari akromion terdapat sebuah taju menyerupai paruh burung yang disebut prosesus korakoid. Disebelah bawahnya terdapat lekukan tempat kepala sendi yang disebut kavum glenoid.
b)      Humerus
Humerus (tulang pangkal lengan) mempunyai tulang panjang seperti tongkat. Bagian yang mempunyai hubungan dengan bahu bentiknya bundar membentuk kepala sendi yang disebut kaput humeri. Pada kaput humeri ini terdapat tonjolan yang disebut tuberkel mayor dan minor. Disebelah bawah kaput humeri terdapat lekukan yang disebut kolumna humeri. Pada bagian bawah terdapat taju (kapitulum, epikondilus lateralis dan epikondilus medialis). Disamping itu juga mempunyai lekuka yang disebut fosa korokoid (bagian depan) dan fosa olekrani (bagian belakang).
c)      Ulna
Ulna (tulang hasta) yaitu tulang bawah yang lekuknya sejajar dengan tulang jari kelingking arah siku mempunyai taju yang disebut prosesus olekrani, gunanya ialah tempat melekatnya otot dan menjaga agar siku tidak membengkok kebalakang.

d)     Radius
Radius (tulang pengumpil), letaknya bagian lateral, sejajar dengan ibu jari. Dibagian yang berhubungan dengan humerus dataran sendinya berbentuk bundar yang memungkinkan lengan bawah dpat berputar atau telungkup.
e)      Karpalia
Karpalia (tulang pergelangan tangan) terdiri dari 8 tulang tersusundalam dua baris:
i.        Proksimal meliputi os. Navikular (tulang berbentuk kepala), Os. Lunatum (tulang berbentuk bulan sabit), Os. Triquetrum (tulang berbentuk segitiga), Os. Fisimorfis (tulang berbentuk kacang).
ii.      Distal meliputi Os. Multangulum (tulang besar bersegi banyak), Os. Multangulum minus (tulang kecil segi banyak), Os. Kapitatum (tulang berkepala), Os. Hamatum (tulang berkait).
f)       Metakarpalia
Metakarpalia (tulang telapak tangan) terdiri dari tilang pipa pendek. Banyaknya 5 buah tiap batang, mempunyai dua ujung yang bersendi dengan tulang karpalia dan bersendi dengan falangus atau tulang jari.
g)      Falangus
Falangus (tulang jari tangan) juga terdiri dari tulang pipa pendek yang banyaknya 14 buah dibentuk dalam 5 bagian tulang yang berhubungan dengan metakarpalia perantaraan persendian.

2)      Anggota gerak Bawah
Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak bawahdikaitkan pada batang tubuh dengan perantaraan gelang panggul. Terdiri dari 31 pasang tulang koksa (tulang pangkal paha), femur (tulang paha), tibia (tulang kering), fibula (tulang betis), patela (tempurung lutut), tarsalia (tulang pangkal kaka), metatarsalia (tulang telapak kaki), falanges (ruas jari kaki).
a)      Tulang Koksa
Tulang koksa atau tulang pangkal paha turut membentuk gelang panggul. Letaknya disetiap sisi dan didepan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis. Tulang koksa terdiri dari Os. Ilium, Os. Pubis dan Os. Iski. Os. Koksa terdiri dari 3 buah tulang picak yang masing – masing banyaknya 2 buah. Kiri dan kanan yang satu sama lainnya berhubungan sangat rapat sekali sehingga persendian tersebut tidak dapat digerakkan.
i.          Tulang Usus (Os. Ilium)
Banyaknya 2 buah kiri dan kanana. Bentuknya lebar dan gepeng serta melengkung terhadap perut. Bagian yang melekuk disebut tibia iliaka bagian tepi disebut krista iliaka dan bagian ujung yang menonjol disebut spina iliaka. Spina iliaka ada 4 bagian yaitu spina iliaka anterior superior, spina iliaka anterior inferior, spina iliaka posterior superior, dan spina iliaka posterior inferior. Pada tulang usus ini terdapat sebuah mangkuk sendi tempat kepala sendi tulang paha disebut asetabulum.



ii.        Tulang Duduk (Os. Iski)
Bentuknya setengaha lingkaran mengahdap keatas, mempunyai tonjolan bertumpu pada tempat duduk yang disebut tuber iskiadikum.
iii.      Tulang Kemaluan ( Os. Pubis)
Tulang bercabang 2 yang satu menuju kesamping atas dan satu lagi menuju kesamping bawah. Banyaknya 2 buah kiri dan kanan yang satu sam alainnya dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut simfisis pubis.
Rongga panggul, merupakan sebuah rongga yang dibentuk oleh sambungan antara tulang – tulang panggul. Rongga sebelah atas disebut rongga panggul besar dan disebelah bawah disebut rongga panggul kecil. Antara rongga panggul besar dan rongga panggul kecil dipisahkan oleh sebuah garis lingkaran yang ditarik kekiri dan kekanan dari promotorium menuju ke simfisis pubis. Pada rongga panggul besar terdapat alat – alat kandungan sedangkan pada rongga panggul kecil terdapat organ vesika urinaria.
Foramen obturatum merupakan foramen yang besar berbentuk lonjong terletak dibawah asetabulum dan dibatasi oleh Os. Pubis dan Os. Iski, lubangnya berisi membran dan bagian atasnya pembuluh darah dan saraf obruratum yang berjalan dari pelvis masuk paha. Asetabulum dibentuk oleh pertemuan 3 tulang, Os. Pubis bagian depan, Os. Ilium bagian atas, Os. Iski bagian belakang.
Asetabulum bersendi dengan femur dalam formasi gelang panggul, permukaan sendi seperti telapak kuda, titik bagian terendah terdapat insisura asetabulum yang dilalui pembuluh darah.
b)      Os. Femur (tulang paha)
Os. Femur merupakan tulang pipa terbesar dan terpanjang yang berhubungan dengan asetabulummembentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Diantara 2 kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patela) yang disebut dengan fosa kondilus.
c)       Os. Tibia (tulang kering) dan Os. Fibula (tulang betis)
Merupakan tulang pipa terbesar setelah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan femur. Pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut Os. Maleous Lateralis atau mata kaki luar. Os. Tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada Os. Fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut Os. Maleous Medialis.
d)     Os. Tarsalis
Os. Tarsalia (tulang pangkal kaki) dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki. Terdiri dari tulang – tulang kecil yang banyaknya 5 buahyaitu:
i.          Talus (tulang loncat)
ii.        Kalkaneus (tulang tumit)
iii.      Navikular (tulang berbentu karpal)
iv.        Kuboideum (tulang berbetuk dadu)
v.        Kuaniformi 3 buah, kunaiformi lateralis, kunaiformi intermedialis, kunaiformi medialis.
e)      Metatarsalia
Metatarsalia (tulang telapak kakiterdiri dari tulang – tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing – masing berhubungan dengan tarsus dan falangusdengan perantaraan persendian.
f)       Falangus
Falangus (tulang ruas jari kaki) merupakan tulang pipa pendek yang masing – masing terdiri atas 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas. Pada metatarsalia bagian ibu jari terdpat 2 buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (Os. Sesamoid).
Lengkung kaki terdapat 4 lengkung medial terbentuk dari belakang kedepan kalkaneus. Lengkung lateralis yang dibentuk oleh kalkaneus kuboidea dan 2 tulang metatarsal. Lengkung melintang metatarsal dibentuk oleh tulang tarsal, dan lengkung transversal dibentuk oleh kepala tulang metatarsal pertama dan kelima.
2.         Sendi
Sendi adalah tempat 2 tulang atau lebih saling berhubungan baik terjadi pergerakan atau tidak. Alat gerak terbagi atas alat gerak aktif dan alat gerak pasif. Untuk memungkinkan terjadinya pergerakan maka ditempat tertentu ada jaringan ikat dan jaringan rawan yang diganti dengan jaringan tulang pada ujung tulang akan tinggal suatu lempeng jaringan rawan sebagai rawan sendi. Stabilitas sendi bergantung pada permukaan sendi, ligamentum, dan tonus otot. Adapun klasifikasi persendian yaitu:
a.       Klasifikasi struktural persendian
1)      Persendian Fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
2)      Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago.
3)      Persendian sinovial memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnya.
b.      Klasifikasi fungsional persendian
1)      Sendi sinartrosis atau sendi mati. Secara struktural, persendian ini di bungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
a)      Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan jaringan ikat fibrosa rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura adalah sutura sagital dan sutura parietal.
b)      Sinkondrosis  adalah sendi yang tulang – tulangnya dihubungkan dengan kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng epifisis sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang anak. Saat sinkondrosis sementara berosifikasi, maka bagian tersebut dimanakan sinostosis.
2)      Amfiartosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap torsi dan kompresi.
a)      Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan diskus kartilago. Yang menjadi bantalan sendi yang memungkinkan terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis antara tulang – tulang pubis dan diskus intervebralis antar badan vertebra yang berdekatan.
b)      Sindesmosis terbentuk saat tulang – tulang yang berdekatan dihubungkan dengan serat – serat jaringan ikat kolagen. Contoh sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak bersisian dan dihubungkan dengan membran interoseus, seperti pada tulang radius dan ulna, serta tibia dan fibula.
c)      Gomposis adalah sendi dimana tulang berbentuk kerucut masuk dengan pas dalam kantong tulang. Seperti pada gigi yang tertanam pada alveoli (kantong) tulang rahang. Pada contoh tersebut, jaringan ikat fibrosa yang terlihat adalah ligamen peridontal.
3)      Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas , disebut juga sendi sinovial (berasal dari kata yunani yang berarti “ dengan telur”). Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovia, suatu kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.
a)      Lapisan terluar kapsul sendi terbentuk dari jaringan ikat fibrosa rapat berwarna putih yang memanjang sampai bagian periosteum tulang yang menyatu pada sendi.
                                                       i.            Ligamen adalah penebalan kapsul yang berfungsi untuk menopang kapsul sendi dan memberikan stabilitas.
                                                     ii.            Ligamen dapat menyatu dalam kapsul atau terpisah dari kapsul melalui envaginasi kapsul.
b)      Lapisan terdalam kapsula sendi adalah membran sinovial yang melapisi keseluruhan sendi, kecuali pada kartilago artikular.
                                                       i.            Membran synovial mensekresi cairan sinovial, materi kental yang jernih seperti putih telur. Materi ini terdiri dari 95% air dengan Ph 7,4 dan merupakan campuran polisakarida (sebagian besar asam hialuronat), protein, dan lemak.
                                                     ii.            Cairan Sinovial berfungsi untuk melumasi dan memberikan nutrisi pada kartilago artikular. Cairan ini juga mengandung sel fagosit untuk mengeluarkan fragmen jaringan  mati (debris) dari rongga sendi yang cidera atau terinfeksi.
c)      Pada beberapa sendi sinovial, seperti persendian lutut, terdapat diskus artikular (meniskus) fibrokartilago.
                                                       i.            Diskus artikular memodifikasi bentuk permukaan tulang yang berartikulasi untuk mempermudah gerakan, memperbesar stabilitas atau untuk meredam goncangan
                                                     ii.            Cedera pada diskus artikular lutut biasanya disebut robekan kartilago
d)     Bursa adalah kantong tertutup yang dilapisi membran synovial, dan ditemukan diluar rongga sendi. Kantong ini terletak dibawah tendon atau otot dan mungkin juga dapat ditemukan di area percabangan tendon atau otot diatas tulang yang menonjol atau secara subkutan jika kulit terpapar pada friksi, seperti pada siku atau tempurung lutut.
c.       Klasifikasi persendian sinovial didasarkan pada bentuk permukaan yang berartikulasi.
1)      Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat yang masuk dengan pas kedalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain. Sendi ini yang dikenal sebagaisendi traksial atau multiaksial, memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ketiga arah. Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.
2)      Sendi engsel, permukaan konveks sebuah tulang masuk dengan pas pada permukaan konkaf tulang kedua. Sendi ini memungkinkan gerakan ke satu arah saja dan dikenal sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.
3)      Sendi kisar (pifot joint) adalah tulang berbentuk kerucut yang masuk dengan pas ke dalam cekungan tulang kedua, dan dapat berputar ke semua arah. Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang memungkinkan terjadinya berotasi di sekitaar prosesus odontoid aksis, dan persendian antara bagian kepala proksimal tulang radius dan ulna.
4)      Persendian Kondiloid terdiri dari sebuah kondilus oval suatu tulang yang masuk dengan pas kedalam rongga berbentuk elips di tulang kedua. Sendi ini merupakan sendi blaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contohnya adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal serta sendi antara kondilus oksipital tengkorak dan atlas.
5)      Sendi pelana, permukaan tulang yang berartikulasi berbentuk konkaf disatu sisi dan konveks pada sisi lainnya: sehingga tulang tersebut akan masuk dengan pas kedalam permukaan tulang kedua yang berbentuk konveks dan konkafnya berada pada sisi berlawanan, seperti dua pelana yang saling menyatu. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi sehingga memungkinkan gerakan yang sama. Satu-satunya sendi pelana sejati yang ada dalam tubuh adalah persendian antara tulang karpal dan metacarpal pada ibu jari.
6)      Sendi Peluru adalah salah satu sendi yang permukaan kedua tulang yang berartikulasi berbentuk datar, sehingga memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang terhadap tulang lainnya. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas prosesus atau ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksial: misalnya, persendian intervertebra, dan persendian antar tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal.
d.      Pergerakan pada sendi sinovial merupakan hasil kerja otot rangka yang melekat pada tulang-tulang yang membentuk artikulasi. Otot tersebut memberikan tenaga, tulang berfungsi sebagai pengungkit, dan sendi berfungsi sebagai penumpu.
1)      Fleksi adalah gerakan yang memperkecil sedut antara dua tulang atau duan bagian tubuh, seperti saat menekuk siku (menggerakkan lengan kea rah depan), menekuk lutut (menggerakkan tungkai kearah belakang), atau juga menekuk torso kea rah samping.
a)      Dorsofleksi adalah gerakan menekuk telapak kaki dipergelangan kea rah depan (meninggikan bagian dorsal kaki)
b)      Plantar fleksi adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki
2)      Ekstensi adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang atau dua bagian tubuh.
a)      Ekstensi bagian tubuh kembali ke posisi anatomis, seperti gerak meluruskan persendian pada siku dan lutut setelah fleksi.
b)      Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar sudut pada bagian-bagian tubuh melebihi 180%, seperti gerakan menekuk torso atau kepala kea rah belakang.
3)      Abduksi  adalah gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh, seperti saat lengan berabduksi, atau menjauhi aksis longitudinal tungkai. Seperti gerakan abduksi jari tangan dan jari kaki.
4)      Aduksi kebalikan dari abduksi, adalah gerakan bagian tubuh saat kembali ke aksis utama tubuh atau aksis longitudinal tungkai.
5)      Rotasi adalah gerakan tulang yang berputar disekitar aksis pusat tulang itu sendiri tanpa mengalami dislokasi lateral, seperti saat menggelengkan kepala untuk menyatakan “tidak”.
a)      Pronasi adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap kebelakang.
b)      Supinasi adalah rotasi lateral lengan bawah, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke depan.
6)      Sirkumduksi adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk membuat ruang berbentuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan membentuk putaran. Gerakan seperti ini dapat berlangsung pada persendiaan panggul, bahu, trunkus, pergelangan tangan, dan persendian lutut.
7)      Inversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kai menghadap ke dalam atau kea rah medial.
8)      Eversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap kea rah luar. Gerakan inversi dan eversi pada kaki sangat berguna untuk berjalan diatas daerah yang rusak dan berbatu-batu.
9)      Protaksi adalah memajukan bagian tubuh, seperti saat menonjolkan rahang bawah ke depan, atau memfleksi girdel pektoral ke arah depan.
10)  Retraksi adalah gerakan menarik bagian tubuh kea rah belakang, seperti saat meretraksi girdle pektoral untuk membusungkan dada.
11)  Elevasi adalah pergerakan struktur kea rah superior, seperti saat mengatupkan mulut (mengelevasi mandibula) atau mengangkat bahu (mengelevasi skapula).
12)  Depresi adalah menggerakkan suatu struktur ke arah inferior, seperti saat membuka mulut.
3.         Fisiologi Sistem Tulang
Fungsi tulang secara umum:
a.       Formasi kerangka, tulang – tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan bentuk dan ukuran tubuh, tulang – tulang menyokong struktur tubuh yang lain.
b.      Formasi sendi, tulang – tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak bergerak tergantung dari kebutuhan fungisional. Sendi yang bergerak mengahsilkan bermacam – macam pergerakan.
c.       Perlengketan otot, tulang – tulang menyediakan permukaan untuk tempat melekatnya otot, tendon dan ligamentum untuk melaksanakan pekerjaannya.
d.      Sebagai pengungkit untuk bermacam – macam aktivitas selama pergerakan.
e.       Menyokong berat badan, memelihara sikap tegak tubuh manusai dan menahan gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang. Dapat menjadi kaku dna menjadi lentur.
f.       Proteksi, tulang membentul rongga yang mengandung dan melindungi struktur yang halus seperti otak, medula spinalis, jantung, paru – paru, alat – alat dalam perut dan panggul.
g.      Hemopoiesis, sumsum tulang tempat pembentukan sel – sel darah, terjadinya pembentukan sel – sel darah sebagian besar pada sumsum tulang merah.
h.      Fungsi immunologi, limfosit “B” dan makrofag dibentuk dalam sistem retikuloendotel sumsum tulang. Limfosit B diubah menjadi sel – sel plasma membentuk antibodi guna kekebalan kimiawi, sdangkan makrofag merupakan fagositotik.
i.        Penyimpanan kalsium, tulang mengandung 97% kalsium yang terdapt didalam tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam – garam terutama kasium fosfat. Sebagian besar fosfor disimpan dalam tulang dan kalsium dilepas dalam darah bila diperlukan.
B.     Rheumatoid Artritis
1.      Konsep Dasar Rheumatik Artritis
Istilah rheumatism  berasal dari bahasa Yunani,rhumatismoz , yang berarti mukus; suatu cairan yang dianggap jahat, mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan nyeri. Beberapa penelitian menunjukkan memang ada perubahan struktur mucine sendi (mukopalisakarida, asam hialuronidonat) pada beberapa jenis penyakit reumatik, sehingga istilah yang telah agak lama dipakai itu agaknya masih sesuai sampai saat ini.Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada system muskuloskeletal disebut rheumatik , termasuk penyakit jaringan ikat (penyakitkolagen). Sedangkan istilah artritis umumnya dipakai bila sendi merupakan tempat utama penyakit rheumatik. Peradangan pada jaringan ikat, terutama yang berdekatan dengan sendi atau otot dan tendon disebut fibrositis,sedangkan iritasi jaringan ikat fibrosa di tempat melekatnya pada tulang disebut entesopati.
Reumatologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit sendi, termasuk penyakit arthritis, fibrositis, bursitis, neuralgia dan kondisi lainnya yang menimbulkan nyeri somantik dan kekakuan.Hingga kini dikenal lebih dari 100 macam penyakit sendi yang seringkali memberikan gejala yang hampir sama. Oleh karena itu pendekatan diagnostik sangat diperlukan agar didapatkan diagnosis yang tepat, sehingga akhirnya pasien memperoleh penatalaksanaan yang adekuat. Perlu diingat pula  bahwa gangguan reumatik dapat merupakan manifestasi artikular berbagai penyakit dan sebaliknya beberapa penyakit reumatik mempunyai manifestasi ekstra-artikular pada beberapa organ Dalam lebih dari 2 dekade terakhir ini diketahui bahwa berbagai penyakit remaik yang dianggap mempunyai dasar imunologik ternyata berkaitan dengan sistem hipokompatibilitas. Sistem ini ditentukan oleh faktor genetik yang pada manusia dikenal sebagai HLA (Human Leukocyte Antygen)tertentu. Antigen HLA adalah molekul pada permukaan sel yang sifatnya ditentukan oleh gen respon imun yang sangat polimorfis yang letaknya adasuatu kompleks pada kromosom No.6 manusia. Sampai saat ini, diketahui 2 jenis antigen HLA yang berbeda dalam struktur dan fungsi:
a.       Molekul HLA kelas I, yaitu HLA A, B, C dan lokus-lokus lain yang diekspresikan pada permukaan semua sel berinti dan berfungsi dalam presentasi antigen pada limfosit T sitotoksik (CD8+).
b.      Molekul HLA kelas II yaitu HLA-DR, DQ dan DP dan diekspresikanterutama pada makrofag dan sel T yang aktif dan berfungsi mempresentasikan antigen kepada limfosit T helper (CD4+).
Saat ini dapat dikatakan penggunaan pemeriksaan HLA dalam klinik masih terbatas. Pada banyak keadaan, antigen HLA yang berkaitan dengan penyakit juga terjadi relatif sering pada penduduk normal sehingga spesifitas penyakit berkurang. Disamping itu tidak semua pasien yang sakit mempunyai jenis HLA yang berkaitan dengan penyakitnya sehingga sensitifitasnya berkurang. Kaitan HLA dengan penyakit juga berbeda-beda pada berbagai etnik populasi. Penjelasan yang mungkin atas kaitan HLA yang bervariasi dan tidak lengkap ini adalah dengan ditemukannya beberapa alel HLA yang bereda tetapi mempunyai sequensi (rentetan) asam amino polimorfis yang sama (hipotesis epitop bersama).Walaupun sekarang dapat dilakukan pemeriksaan HLA secara molekular, sehingga dapat dideteksi urutan asam amino yang berkaitan dengan penyakit, tetapi adanya frekuensi HLA tertentu yang tinggi dalam populasi normal masih membuat manfaatnya terbatas sebagai uji klinis. Walaupun begitu ada beberapa penyakit rematik yang dengan pemeriksaan HLA sekarang ini dapat merupakan informasi klinis yang berguna untuk diagnosis dan prognosis dan dapat berperan lebih besar pada pengobatan dimasa yang akan datang.
2.      Pengertian Rheumatoid Artritis
Rheumatoid Artritis adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan( Diane C. Baughman. 2000).
Rheumatoid Artritis adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh ( Arif Mansjour. 2001).
Rheumatoid Artritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan Rheumatoid Artritis adalah gangguan autoimun yang kronis yang menyebabkan peradangan pada persendian yang ditandai dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas dan keletihan.

3.      Etiologi Rheumatoid Artritis
Penyebab Rheumatoid artritis sampai sekarang belum diketahui. Beberapa faktor dibawah diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Faktor itu antara lain:
a.       Faktor genetik dan lingkungan
Terdapat hubungan antara HLA – DW4 dengan Rheumatoid Artritis seropositif yaitu penderita mempunyai resiko 4x banyak terserang penyakit ini.
b.      Hormon seks
c.       Infeksi
Dugaan adanya infeksi timbul karena adanya sakit terjadi secara mendadak dan disertai tanda – tanda peradangan penyebab infeksi bakteri, mikroplasma, dan virus.
d.      Heat Syok Protein
HSP merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk oleh tubuh sebagai respon stres.
e.       Radikal bebas
Contohnya radikal superokside dan lipid perokside yang merangsang keluarnya prostalgladin sehingga menimbulkan rasa nyeri, peradangan, dan pembengkakan.
f.       Usia
Penyakit ini terjadi pada usia 20 – 60 tahun. Tetapi banyak terjadi antara 35 – 45 tahun.

Rheumatoid Artritis merupakan bentuk artritis yang serius yang disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi – sendi terutama jari – jari tangan, pergelangan tangan, siku dan lutut. Destruksi jaringan sendi terjadi melalui dua cara yaitu:
a.       Destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik lainnya. Enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon dan persendian tulang serta dilepaskannya bersama dengan radikal – radikal O2 dan metabolit asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal.
b.      Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus rematoid. Panus merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang terbentuk dari sinovium yang meradang dan kemudian meluas kesendi. Disepanjang pinggir panus terjadi destruksi, kolagen, dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel didalam panus tersebut.
4.      Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
1.      Tanda dan Gejala
a.       Tanda dan gejala setempat
1)      Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
2)      Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
3)      Poli artritis simetris sendi perifer  Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar  seringkali terkena juga
4)      Artritis erosif sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
5)      Deformitas pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas b€outonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
6)      Rematoid nodul merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
7)      Kronik  Ciri khas rematoid artritis
b.      Tanda dan gejala sistemik
Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia. Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:

1)      Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
2)      Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
3)      Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.
2.    Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit(desease modifying antirhematoid drugs,DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan myelopati akibat ketidakstabilan vertebra vertical dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

3.      Prognosis
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode arthritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita arthritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru,jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita.Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Disekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
4.      Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kapasitas fungisional maksimal penderita. Mencegah atau memperbaiki deformitas, program terapi dasar terdiri dari 3 komponen dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mencapai tujuan – tujuan tersebut:
a.       Istirahat
b.      Latihan Fisik
c.       Pengobatan
Belum ada penyembuhan untuk AR. Penyakit biasanya berlangsung seumur hidup, sehingga memerlukan penanganan seumur hidup pula. Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara pencegahan dan pengobatan AR yang sempurna, Dalam pengobatan AR umumnya selau dibutuhkan pendekatan multidisipliner. Suatu tim yang idealnya terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli gizi, dan ahli psikologi, semuanya memiliki peranan masing-masing dalam pengelolaan pasien AR baik dalam bidang edukasi maupun penatalaksanaan pengobatan penyakit ini. Beberapa jenis obat yang digunakan pada AR antara lain sebagai berikut:

a.       Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Obat ini diberikan sejak mulai sakit untuk mengatasi nyeri sendi akibat proses peradangan. Golongan obat ini tidak dapat melindungi rawan sendi maupun tulang dari proses kerusakan akibat penyakit AR. Contoh obat golongan ini yaitu Asetosal, Ibuprofen, Natrium Diclofenak, Indometasin, Asam flufenamat, Piroksikam, Fenilbutason,dan Naftilakanon.
b.      Kortikosteroid
Obat ini berkhasiat sebagai antiradang dan penekan reaksi imun (imunosupresif), tetapi tidak bisa mengubah perkembangan penyakit AR. Kortikosteroid bisa digunakan secara sistemik (tablet, suntikan IM) maupun suntikan lokal di persendian yang sakit sehingga rasa nyeri dan pembengkakan hilang secara cepat. Pengobatan kortikosteroid sistemik jangka panjang hanya diberikan kepada penderita dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti adang pembuluh darah (vaskulitis).
c.       Desease Modifing Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs)/ Obat
Pengubah perjalanan penyakit bila diagnosis AR telah ditegakkan, oabt golongan ini harus segera diberikan. Beberapa ahli bahkan menganjurkan pemberian DMARDs, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan DMARDs lain pada tahap dini, baru kemudian dikurangi secara bertahap bila aktivitas AR telah terkontrol. Bila penggunaan satu jenis DMARDs dengan dosis adekuat selama 3-6 bulan tidak menampakkan hasil, segera hentikan atau dikombinasi dengan DMARDs yang lain. Contoh obat golongan ini yaitu Klorokuin, Hidroksiklorokuin, Sulfazalazine, D- penisilamin, Garam Emas (Auro Sodium Thiomalate, AST ),Methothexate, Cyclosporin-A dan Lefonomide.
d.      Obat imunosupresif
Obat ini jarang digunakan karena efek samping jangka panjang yang berat seperti timbulnya penyakit kanker, toksik pada ginjal dan hati.Suplemen antiokdsidan Vitamin dan mineral yang berkhasiat antioksidan dapat diberikan sebagai suplemen pengobatan seperti beta karoten, vitamin C, vitamin E, dan selenium.
A.    Asuhan Keperawatan pada Pasien Rheumatoid Artritis
1.          Pengakajian
a.       Riwayat Kesehatan
Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/ waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
b.      Pemeriksaan Fisik
Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi), Catat bila ada krepitasi, Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang. Ukur kekuatan otot, Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya, Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari.
c.       Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
2.          Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri b.d proses penyakit
b.      Gangguan immobilisasi fisik b.d deformitas sendi
c.       Kurang pengetahuan b.d kondisi sakit yang dialami
d.      Resiko cedera b.d kondisi sakit yang dialami























3.          Intervensi Keperawatan
No.
Dx. Ns
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Dx. Ns 1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan keluhan klien dapat berkurang atau hilang dengan kriteria hasil:
a.       Nyeri berkurang atau hilang
b.      Klien tampak rileks
a.       Ukur TTV klien
b.      Kaji lokasi nyeri dan tingkatan nyeri
c.       Ajarkan teknik relaksasi pada klien
d.      Berikan kompres air hangat pada pasien
e.       Berikan masase yang lembut
f.       Kolaborasi dalam pemberian OAINS jika diperlukan
a.       Untuk mengetahui respons tubuh terhadap nyeri.
b.      Untuk menentukan tindakan pengontrolan nyeri.
c.       Dengan relaksasi diharapkan nyeri yang dirasakan pasien dapat berkurang
d.      Melebarkan pembuluh darah dan stimulasi pengurangan nyeri
e.       Untuk meningkatkan relaksasi
f.       OAINS sebagai analgesik dan mengurangi peradangan
2.
Dx. Ns 2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Klien mampu beraktivitas secara normal
b.      Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

a.       Pertahankan istirahat tirah baring yang cukup
b.      Bantu klien dengan rentang gerak aktif atau pasif secara bertahap
c.       Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
d.      Nilai kekuatan otot.
a.       Dengan istirahat tirah baring yang cukup dapat membantu klien dalam mengatasi kelelahan dan memulihkan energi.
b.      Gerak aktif dan pasif dapat membantu klien dalam meningkatkan kekuatan otot
c.       Untuk meningkatkan relaksasi klien dan mengurangi kegelisahan klien
d.      Untuk menentukan kekuatan otot.
3.
Dx. Ns 3
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Klien mengetahui tentang penyakit yang diderita
b.      Klien mengetahui tentang cara – cara untuk mengatasi sakit yang diderita
c.       Pengetahuan klien terhadap penyakit yang diderita bertambah
a.       Berikan penyuluhan kepada klien dan keluarga tentang Rheumatoid Artritis.
b.      Berikan penyuluhan kepada klien dan keluarga tentang diet untuk penderita Rheumatoid Artritis
c.       Berikan penyuluhan kepada klien dan keluarga tentang aktivitas yang sesuai dengan penderita Rheumatoid Artritis
a.       Dengan penyuluhan tentang sakit yang diderita diharapkan klien dan keluarga, pengetahuan klien dan keluarga terhadap Rheumatoid Artritis dapat bertambah
b.      Diet yang tepat dapat membantu klien dalam mengurangi gejala sakit yang diderita dan membantu klien dalam memulihkan kondisinya menjadi lebih baik
c.       Aktivitas yang tepat dapat menghindarkan klien dari resiko cedera dan meminimalkan gejala Rematik
4.
Dx. Ns 4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam masalah klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Klien terhindar dari cedera fisik
b.      Klien dan keluarga memahami akan pentingnya lingkungan yang mendukung untuk klien.
a.       Berikan pemahaman pada klien dan keluarga terhadap kondisi klien.
b.      Berikan pemahaman pada keluarga tentang lingkungan yang aman untuk klien bermobilisasi.
c.       Berikan pemahaman tentang pentingnya support pendukung bagi klien
a.       Degan pemahaman yang baik dapat meningkatkan pengetahuan dan cara berpikir klien ataupun keluarga tentang apa yang bisa menyebabkan klien mengalami cedera.
b.      Lingkungan yang aman akan membantu klien dalam menjaga kondisi serta menjauhkan klien dari resiko cedera.
c.       Support pendukung diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang positif dan kondusif bagi klien.


MK: kurang pengetahuan
 
MK: resti cedera
 
MK: gangguan immobilisasi fisik
 
MK: gangguan rasa nyaman: Nyeri
 
Keterbatasan gerak
 
Nyeri
 
nekrosis
 
G3 pemenuhan nutrisi pada kartilago
 
kontraktur
 
Deformitas sendi
 
Hipertrofi
 
Penebalan sendi sinovial
 
Peradangan
 
   prostalgladin
 
Faktor eksternal
 
Infeksi
 
Kelemahan pada ligamen dan tendon
 
Destruksi kartilago
 
Respon auto imun
 
Penyerapan kalsium
 
Estrogen
 
Radikal Bebas
 
Faktor internal
 
genetik
 
HSP
 
Proses degeneratif yang panjang
 
Rheumatoid Artritis
 
Hormon seks
 
Pathway

Tidak ada komentar:

Posting Komentar