2.1
Gagal
Jantung
2.1.1 Definisi
Gagal Jantung akut dan kronis
merupakan kumpulan proses patofisiologis yang kompleks dan mengakibatkan suatu
sindrom yang dipicu oleh curah jantung yang tidak adekuat dan aktivasi neurohormonal yang abnormal(8).
Gagal jantung adalah ketidakmampuan
mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh, sehingga timbul
akibat klinis dan patofisiologis yang khas(9).
Gagal jantung adalah keadaan dimana
curah jantung tidak cukup untuk menyuplai kebutuhan metabolik tubuh(7).
Kesimpulan dari beberapa pernyataan
diatas adalah gagal jantung merupakan suatu kondisi dimana curah jantung tidak
sesuai dengan kebutuhan tubuh sehingga menimbulkan dampak yang patologis pada
tubuh.
Tabel 2.1
Kriteria Framingham untuk Penegakan Diagnosis Gagal Jantung. Diagnosis dibuat
berdasarkan adanya satu atau dua kriteria mayor dan dua kriteria minor (gejala
yang terjadi disebabkan oleh kondisi lain(8).
Kriteria Mayor
|
Kriteria Minor
|
Dispnea Nokturnal
Paroksisimal
|
Edema pergelangan
kaki
|
Distensi Vena Leher
|
Batuk dimalam hari
|
Ronki
|
Hepatomegali
|
Kardiomegali
|
Efusi pleura
|
Edema pulmonari akut
|
Kapasitas vital ≤
sepertiga nilai maksimal
|
Gallop – S3
|
Takikardia ≥ 120 kali
per menit
|
Peningkatan tekanan
vena (> 16 cm H2O)
|
Mayor atau minor
|
Waktu sirkulasi ≥ 25
detik
|
Penurunan berat badan
> 4,5 kg dalam waktu 5 hari setelah penanganan
|
Refleks
hepatojugularis
|
|
2.1.1 Etiologi
Faktor – faktor yang menggangu
pengisian ventrikel seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat
menyebabkan gagal jantung. Keadaan – keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade
jantung mengakibatkan gagal jantung melalui gabungan beberapa efek seperti
gangguan pada pengisian ventrikel dan
ejeksi ventrikel. Dengan demikian
jelas sekali, bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau gabungan
berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung;
efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan
patofisiologis. Faktor – faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung
melalui penurunan sirkulasi yang mendadak dapat berupa aritmia, infeksi
sistemis dan infeksi paru – paru, dan emboli
paru(10).
Penyakit yang menyebabkan gagal
jantung ( semua penyebab gagal jantung kiri, hipertrofi pulmonal, defek
septum atrium)yang menyebabkan kerusakan atau beban berlebih pada kemampuan
pompa jantung menyebabkan gagal jantung. Penting untuk dipertimbangkan faktor
yang memperberat seperti, aritmia
(misalnya fibrilasi atrium), masalah
dengan obat (tidak patuh, obat penahan cairan misalnya, obat antiinflamasi non
steroid (OAINS), anemia, infeksi
(misalnya, pnemonia, infeksi saluran kemih), dan penyakit tiroid(9).
2.1.2
Patofisiologi
Bila reservasi jantung (cardiac reseved) normal untuk berespon terhadap stres tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga,
pada tingkat awal, disfungsi komponen
pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respon
fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons
ini menunjukan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons
primer terhadap gagal jantung meliputi(10):
1.
Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada
gagal jantung akan membangkitkan respons
simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf – saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan
kekuatan kontraksi akan meningkatkan untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan
arteri dan redistibusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ – organ yang rendah metabolismenya
seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi kejantung dan otak
dapat dipertahankan. Venokontriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.
Pada keadaan gagal jantung, baroreseptor diaktivasi sehingga
menyebabkan peningkatkan aktivasi simpatis pada jantung, ginjal, dan pembuluh
darah perifer. Angiotensin II dapat meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis
yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi, takikardia, serta
retensi air dan garam. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat
menyebabkan nekrosis sel otot
jantung. Perubahan ini dapat dinubungkan dengan observasi yang menunjukkan
bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal
jantung kronis.
2.
Peningkatan
Beban Awal melalui Sistem ReninAngiotensin Aldosteron
Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)
menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel,
dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum Starling.
Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih
belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektolit
yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.
Renin
adalah enzim yang diekskresikan oleh sel – sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan atriol renal aferen dan bersebelahan
dengan makula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim
yang mengubah angiotensinogen (sebagian
besar berasal dari hati) menjadi angiotensin
I.
Angiotensin
converting enzyme (ACE) yang terikat pada membran plasme sel endotel akan memecah
dua asam amino dan angiotensin I
untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi
penting untuk memelihara homeostatis
sirkulasi, yaitu menrangsang kontriksi
arteriol pada ginjal dan sirkulasi
sistemis, serta mereabsorpsi
natrium pada bagian proksimal nefron.
Angiotensin
II
juga menstimulasi korteks adrenal
untuk mensekresikan aldosteron yang
akan merangsang reabsorpsi natrium
(dalam pertukaran dengan kalium) pada bagian distal dari nefron, serta di usus
besar, kelenjar saliva, dam kelenjar
keringat. Renin disekresikan pada
keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium, dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.
Angiotensin
I
sebagian besar kemudian akan diubah diparu – paru menjadi angiotensin II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin corventing enzyme (ACE). ACE
juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptida lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh
enzim non spesifik yang disebut angiotensinase.
Angiotensin II memengang peran utama
dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara,
seperti vasokontriksi, retensi garam dan cairan, dan takikardi.
Peptida
natriuretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian
masuk kedalam sirkulasi. Sekresi terutama dipengaruhi oleh
peningkatan tekanan pada dinding atrium
atau ventrikel, biasanya akibat
peningkatan tekanan pengisisan atrium
atau ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami kontriksi akibat neuro hormon lain serta
meningkatkan ekskresi garam dan air.
3.
Hipertrofi
Ventrikel
Respon terhadap kegagalan jantung
lainnya adalah hipertrofi ventrikel
atau bertambahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer
dalam sel – sel miokardium;
bergantung pada jenis beban hemodinamika
yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer
dapat bertambah secara pararel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan
yang ditimbulkan oleh adanya stenosis
aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran
ruang didalamnya. Respon miokardium
terhadap beban volume seperti pada regurgitasi
aorta, ditandai dengan dilatasi
dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari
bertambahnya jumlah sarkomer yang
tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi
ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris
dan hipertrofi eksentris.
4.
Volume
Cairan Berlebih (Overload Volume)
Remodelling
jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besarkarena setiap
sarkomer mempunyai jarak pemendekan
puncak yang terbatas., maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan
peningkatan jumlah sarkomer seri,
yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel.
Pelebaran ini membutuhkan peningkatan jumlah miofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan
dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran
ruang dan hipertrofi eksentrik.
2.1.1
Klasifikasi
Gagal Jantung
1.
Gagal
Jantung Akut
Gagal jantung akut ( Acut Heart Failure[AHF]) secara garis
besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan
mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak tidak terdapat cukup waktu
untuk terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut(9).
Gagal jantung akut dapat disertai
dengan syok kardiogenik yang terjadi
karena infark miokardiak akut, miokarditis, disfungsi valvular akut atau gagal jantung kronis yang sudah
mengalami dekompensasi. Gagal jantung
akut membutuhkan penanganan segera untuk menghilangkan kongesti pulmonal, mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan memperbesar aliran darah.
Tujuan terapi pada syok kardiogenik
adalah untuk meningkatkan curah jantung dan memulihkan sindrom syok (shock syndrome)(8).
2.
Gagal
Jantung Kronis
Tabel 2.2: Gagal jantung menurut
New York Heart Association Classification(8)
Kelas I
|
Tidak ada batasan: aktivitas fisik yang tidak
menyebabkan dispnea napas, palpitasi, atau keletihan berlebihan.
|
Kelas II
|
Gangguan aktivitas fisik ringan: merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi
|
Kelas III
|
Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata: merasa
nyaman ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa dapat
menimbulkan gejala.
|
Kelas IV
|
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman: gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada
saat istirahat dan ketidak nyamanansemakin bertambah ketika melakukan
aktivitas fisik apapun.
|
Gagal jantung kronis (chronic heart failure[CHF]) secara garis
besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara bertahap,
tanda dan gejala tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang
menunjukan mekanisme kompensasi. Yang membingungkan, sering terjadi gagal jantung
kiri dan kanan sekaligus. Biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan
hipertensi pulmonal sekunder dan
gagal jantung kanan. Kegagalan biventrikular
kronis disebut gagal jantung kronis(9)
Gagal jantung kronis disebabkan
oleh disfungsi ventrikel jantung.
Gangguan fungsi jantung dapat diakibatkan oleh keadaan yang(8):
1) Menggangu
fungsi otot jantung secra langsung (misalnya, infark miokardium atau kardiomiopati).
2) Menyebabkan
kelebihan tekanan (misalnya, stenosis
aorta, hipertensi kronis,
peningkatan tekanan darah akut).
3) Menyebabkan
kelebihan volume (misalnya, inkompetensi
katup mitral atau kelebihan cairan), aritmia
tak terkontrol, yang dapat bersifat kronis atau akut, dan penyakit yang
mengenai perikardium.
2.1.2
Manifestasi
Klinis
1.
Peningkatan volume intravaskular (Gambaran Umum)
2.
Kongesti
jaringan
3.
Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal)
ditandai oleh batuk dan sesak napas.
4.
Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
5.
Penurunan curah jantung dengan disertai
pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi
jantung terhadap latihan, ekstremitas
dingin, dan oliguria(11).
1.
John Gibson. Fisiologi
dan Anatomi Modern untuk Perawat[e-book]. Edisi ke II.EGC: Jakarta;
2003[diunduh 20 April 2012]. Tersedia darihttp://books.google.co.id/books?id=fhq0XZVHw-AC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
2.
Esther Chang, John Daly,
Dony Elliot. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC;2009
3.
Davey Patrick. At a
Glance Medicine[e-book]. EMS: Jakarta; 2006 [diunduh 24 April 2012]. Tersedia
dari http://books.google.co.id/books?id=wzIGJflmD4gC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
4.
Arif Muttaqin. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular[e-book]. Salemba
Medika: Jakarta; 2009 [diunduh 22 April 2012]. Tersedia dari http://books.google.co.id/books?id=noWFt_QVOUMC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
5.
D.C. Baughman, J.C
Hackley. Keperawatan Medikal Bedah[ e-book]. Edisi I.EGC: Jakarta; 2000[diunduh
tanggal 22 April 2012]. Tersedia dari http://books.google.co.id/books?id=SP3Gj97OJisC&printsec=frontcover&vq=gagal+jantung&hl=id#v=onepage&q=gagal%20jantung&f=false
6.
Ann Isaacs. Panduan
Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Jakarta: EGC; 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar