Selasa, 08 Januari 2013

Gagal Jantung


2.1         Gagal Jantung
2.1.1   Definisi
Gagal Jantung akut dan kronis merupakan kumpulan proses patofisiologis yang kompleks dan mengakibatkan suatu sindrom yang dipicu oleh curah jantung yang tidak adekuat dan aktivasi neurohormonal yang abnormal(8).
Gagal jantung adalah ketidakmampuan mempertahankan curah jantung yang cukup untuk kebutuhan tubuh, sehingga timbul akibat klinis dan patofisiologis yang khas(9).
Gagal jantung adalah keadaan dimana curah jantung tidak cukup untuk menyuplai kebutuhan metabolik tubuh(7).
Kesimpulan dari beberapa pernyataan diatas adalah gagal jantung merupakan suatu kondisi dimana curah jantung tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh sehingga menimbulkan dampak yang patologis pada tubuh.
Tabel 2.1 Kriteria Framingham untuk Penegakan Diagnosis Gagal Jantung. Diagnosis dibuat berdasarkan adanya satu atau dua kriteria mayor dan dua kriteria minor (gejala yang terjadi disebabkan oleh kondisi lain(8).
Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Dispnea Nokturnal Paroksisimal
Edema pergelangan kaki
Distensi Vena Leher
Batuk dimalam hari
Ronki
Hepatomegali
Kardiomegali
Efusi pleura
Edema pulmonari akut
Kapasitas vital ≤ sepertiga nilai maksimal
Gallop – S3
Takikardia ≥ 120 kali per menit
Peningkatan tekanan vena (> 16 cm H2O)
Mayor atau minor
Waktu sirkulasi ≥ 25 detik
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam waktu 5 hari setelah penanganan
Refleks hepatojugularis



2.1.1   Etiologi
Faktor – faktor yang menggangu pengisian ventrikel seperti stenosis katup atrioventrikularis dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan – keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui gabungan beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali, bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologis atau gabungan berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis. Faktor – faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penurunan sirkulasi yang mendadak dapat berupa aritmia, infeksi sistemis dan infeksi paru – paru, dan emboli paru(10).
Penyakit yang menyebabkan gagal jantung ( semua penyebab gagal jantung kiri, hipertrofi pulmonal, defek septum atrium)yang menyebabkan kerusakan atau beban berlebih pada kemampuan pompa jantung menyebabkan gagal jantung. Penting untuk dipertimbangkan faktor yang memperberat seperti, aritmia (misalnya fibrilasi atrium), masalah dengan obat (tidak patuh, obat penahan cairan misalnya, obat antiinflamasi non steroid (OAINS), anemia, infeksi (misalnya, pnemonia, infeksi saluran kemih), dan penyakit tiroid(9).

2.1.2   Patofisiologi
 Bila reservasi jantung (cardiac reseved) normal untuk berespon terhadap stres tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen pompa secara nyata dapat mengakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal jantung meliputi(10):
1.             Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf – saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkatkan untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistibusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ – organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi kejantung dan otak dapat dipertahankan. Venokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.
Pada keadaan gagal jantung, baroreseptor diaktivasi sehingga menyebabkan peningkatkan aktivasi simpatis pada jantung, ginjal, dan pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi, takikardia, serta retensi air dan garam. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis sel otot jantung. Perubahan ini dapat dinubungkan dengan observasi yang menunjukkan bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.
2.             Peningkatan Beban Awal melalui Sistem ReninAngiotensin Aldosteron
Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel, dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum Starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektolit yang adekuat serta mempertahankan tekanan darah.
Renin adalah enzim yang diekskresikan oleh sel – sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan dengan atriol renal aferen dan bersebelahan dengan makula densa pada tubulus distal. Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati) menjadi angiotensin I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membran plasme sel endotel akan memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara homeostatis sirkulasi, yaitu menrangsang kontriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi sistemis, serta mereabsorpsi natrium pada bagian proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron yang akan merangsang reabsorpsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada bagian distal dari nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva, dam kelenjar keringat. Renin disekresikan pada keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium, dan peningkatan aktivitas simpatis ginjal.
Angiotensin I sebagian besar kemudian akan diubah diparu – paru menjadi angiotensin II, suatu zat presor yang poten, oleh angiotensin corventing enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptida lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh enzim non spesifik yang disebut angiotensinase. Angiotensin II memengang peran utama dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara, seperti vasokontriksi, retensi garam dan cairan, dan takikardi.
Peptida natriuretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk kedalam sirkulasi. Sekresi terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding atrium atau ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisisan atrium atau ventrikel. PNA menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami kontriksi akibat neuro hormon lain serta meningkatkan ekskresi garam dan air.
3.             Hipertrofi Ventrikel   
Respon terhadap kegagalan jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertambahnya ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel – sel miokardium; bergantung pada jenis beban hemodinamika yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah secara pararel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang didalamnya. Respon miokardium terhadap beban volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
4.             Volume Cairan Berlebih (Overload Volume)
 Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besarkarena setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas., maka peningkatan volume sekuncup dicapai dengan peningkatan jumlah sarkomer seri, yang akan menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan peningkatan jumlah miofibril paralel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran ruang dan hipertrofi eksentrik.
2.1.1   Klasifikasi Gagal Jantung
1.        Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut ( Acut Heart Failure[AHF]) secara garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak tidak terdapat cukup waktu untuk terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut(9).
Gagal jantung akut dapat disertai dengan syok kardiogenik yang terjadi karena infark miokardiak akut, miokarditis, disfungsi valvular akut atau gagal jantung kronis yang sudah mengalami dekompensasi. Gagal jantung akut membutuhkan penanganan segera untuk menghilangkan kongesti pulmonal, mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan memperbesar aliran darah. Tujuan terapi pada syok kardiogenik adalah untuk meningkatkan curah jantung dan memulihkan sindrom syok (shock syndrome)(8).
2.        Gagal Jantung Kronis
Tabel 2.2: Gagal jantung menurut New York Heart Association Classification(8)
Kelas I
Tidak ada batasan: aktivitas fisik yang tidak menyebabkan dispnea napas, palpitasi, atau keletihan berlebihan.
Kelas II
Gangguan aktivitas fisik ringan: merasa nyaman ketika beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi
Kelas III
Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata: merasa nyaman ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa dapat menimbulkan gejala.
Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa merasa tidak nyaman: gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada saat istirahat dan ketidak nyamanansemakin bertambah ketika melakukan aktivitas fisik apapun.


Gagal jantung kronis (chronic heart failure[CHF]) secara garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara bertahap, tanda dan gejala tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang menunjukan mekanisme kompensasi. Yang membingungkan, sering terjadi gagal jantung kiri dan kanan sekaligus. Biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan hipertensi pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan. Kegagalan biventrikular kronis disebut gagal jantung kronis(9)
Gagal jantung kronis disebabkan oleh disfungsi ventrikel jantung. Gangguan fungsi jantung dapat diakibatkan oleh keadaan yang(8):
1)   Menggangu fungsi otot jantung secra langsung (misalnya, infark miokardium atau kardiomiopati).
2)   Menyebabkan kelebihan tekanan (misalnya, stenosis aorta, hipertensi kronis, peningkatan tekanan darah akut).
3)   Menyebabkan kelebihan volume (misalnya, inkompetensi katup mitral atau kelebihan cairan), aritmia tak terkontrol, yang dapat bersifat kronis atau akut, dan penyakit yang mengenai perikardium.
2.1.2   Manifestasi Klinis
1.        Peningkatan volume intravaskular (Gambaran Umum)
2.        Kongesti jaringan
3.        Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan sesak napas.
4.        Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
5.        Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin, dan oliguria(11).


1.      John Gibson. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat[e-book]. Edisi ke II.EGC: Jakarta; 2003[diunduh 20 April 2012]. Tersedia darihttp://books.google.co.id/books?id=fhq0XZVHw-AC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
2.      Esther Chang, John Daly, Dony Elliot. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC;2009
3.      Davey Patrick. At a Glance Medicine[e-book]. EMS: Jakarta; 2006 [diunduh 24 April 2012]. Tersedia dari http://books.google.co.id/books?id=wzIGJflmD4gC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
4.      Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular[e-book]. Salemba Medika: Jakarta; 2009 [diunduh 22 April 2012]. Tersedia dari http://books.google.co.id/books?id=noWFt_QVOUMC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
5.      D.C. Baughman, J.C Hackley. Keperawatan Medikal Bedah[ e-book]. Edisi I.EGC: Jakarta; 2000[diunduh tanggal 22 April 2012]. Tersedia dari http://books.google.co.id/books?id=SP3Gj97OJisC&printsec=frontcover&vq=gagal+jantung&hl=id#v=onepage&q=gagal%20jantung&f=false
6.      Ann Isaacs. Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik. Jakarta: EGC; 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar