BAB I
SISTEM URINARIA
A
Anatomi
Sistem Urinaria
1.
Ginjal
Ginjal
suatu kelenjar yang terletak dibagian belakang kavum abdominalis dibelakang
peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis 3, melekat langsung pada dinding
belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umunya
ginjal laki – laki lebih panjang dari ginjal wanita(1). Ginjal kanan
lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya hati(2).
Setiap
ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri
dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan korteks
(subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (subtansia
medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang – lubang kecil disebut papila
renalis. Masing – masing piramid saling dilapisis oleh kolumna renalis(1).
Garis
– garis yang terlihat pada piramid disebut tubulus nefron, yang merupakan
bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal,
ansa henle, dan tubulus distal, dan tubulus urinarius. Pada setiap ginjal
diperkirakan ada 1. 000.000 nefron, selama 24 jam menyaring darah 170 liter.
Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang – lubang yang
terdapat pada piramid renal masing – masing membentuk simpul dan kapiler satu
badan malfigi yang disebut glomerulus.
Pembuluh darah aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena
renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior(1).
Ginjal
mempertahankan kestabilan lingkungan ekstraselular yang menunjang fungsi sel
semua tubuh. Ginjal mengontrol keseimbangan air dan ion dengan mengatur
ekskresi air, natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, fosfat, dan zat –
zat lain serta mengatus status asam – basa(2).
a. Peredaran
Darah
Ginjal mendapat darah
dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini
berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteria interloburalis yang
berada pada tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan – gumpalan
yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut
simpai bowman. Disinilah terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang
meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava
inferior(1).
b. Glomerulus
sebagai sawar filtrasi
Glomerulus merupakan
suatu bola kapiler yang dikelilingi oleh kapsula bowman, kumpulan epitel
tubulus berbentuk kapsul cekung dimana urin difiltrasi. Glomerulus juga
mengandung sel mesangial, yang merupakan penggantung untuk menyangga lekung
kapiler dan memiliki kemampuan kontraktil dan fagositik. Darah memasuki kapiler
glomerulus melalui arteriol aferen dan meninggalkannya melalui arteriol eferen,
bukan venula. Vasokontriksi arteriol eferen menyebabkan tekanan hidrostatik
tinggi didalam kapiler glomerulus, memaksa air, ion, dan molekul kecil melewati
sawar filtrasi ke kapsula bowman. Suatu zat difiltrasi atau tidak bergantung
pada ukuran molekul dan muatannya. Sawar filtrasi terdiri dari tiga lapisan(2):
1) Sel
Endotel
Sel endotel dinding
kapiler glomerulus tipis dan memiliki pori berukuran 70 nm yang dipenuhi oleh glikoprotein
bermuatan negatif, terutama podokaliksin.
2) Membran
Basal Glomerulus
Membran basal kapiler
juga mengandung glikoprotein bermuatan negatif. Membran ini teridiri dari dua
lapisan yang mengandung kolagen tipe IV, proteoglikan heparan sulfat, laminin,
podokaliksin, dan sejumlah kecil kolagen tipe III dan V, fibronektin, dan
entaktin. Kolagen tipe IV membentuk rantai heliks yang tersusun sebagai
struktur tiga dimensi dan tempat melekat komponen lainnya.
3) Sel
Epitel Kapsula Bowman
Sel epitel atau podosit
memiliki proyeksi panjang yang merupakan asal tonjolan kaki dan menempel pada
membran basal glomerulus sisi saluran kemih. Tonjolan kaki dari podosit –
podosit yang berbeda saling menempel dan menyisakan celah filtrasi (Filtrasion
slit) berukuran 25 – 65 nm diantaranya. Melintasi celah – celah ini, jalinan
protein membentuk pori celah (slit pore). Protein slit pore utama adalah
nefrin, yang berinteraksi dengan protein lain termasuk podosin dan CD2AP. Pori
ini merupakan kunci selektivitas sawar pada proses filtrasi dan mencegah
lewatnya molekul besar seperti albumin
c. Fungsi
Tubulus
Filtrat urin dibentuk
diglomerulus dan dibawa kedalam tubulus dimana volume dan isinya diubah oleh
proses reabsorpsi atau sekresi. Reabsorpsi sebagian besar zat terlarut
ditubulus proksimal dan sedikit penyesuaian komposisi urin terjadi di tubulus
distal dan duktus kolektifus, ansa henle bertugas memekatkan urin(2).
Epitel tubulus hanya
terdiri dari selapis sel. Sel tubulus memiliki taut erat ( tight junction) pada
bagian apikal atau luminal yang memisahkan cairan tubulus dengan plasma
peritubulus, sehingga memungkinkan terjadinya proses transpor untuk membentuk
gradien konsentrasi di sepanjang epitel tubulus. Sel pada kapsula bowman
merupakan sel epitel skuamosa yang tipis, sedangkan sel pada tubulus merupakan
sel epitel kolumnar yang khusus berperan pada proses transpor(2).
1) Tubulus
Proksimal
Tubulus proksimal
awalnya melengkung lalu lurus dan kemudian menjadi ansa henle. Sel tubulus
merupakan sel epitel kolumnar yang tinggi dengan banyak mikrovili, permukaan
yang luas, dan aparatus endositik luminal yang berkembang dengan baik. Banyak
zat direabsorpsi aktif di tubulus proksimal, seperti natrium, kalium, kalsium,
fosfat, glukosa, asam amino, dan air. Reabsorpsi ini mengurangi volume filtrat,
namun karena air bergerak secara osmotik dengan zat terlarut yang direabsorpsi,
maka filtrat tidak menjadi pekat (yaitu reabsorpsi iso – osmotik)(2).
2) Ansa
Henle
Seiring tubulus
proksimal lurus dan menjadi ansa henle segmen desendens tipis, sel menjadi
semakin gepeng dengan semakin sedikit mikrovili. Struktur berlanjut menjadi
segmen asendens tipis, kemudian segmen asendens tebal, yang selnya sebagian
besar kuboid, segmen asendens besar bergerak ke atas menuju glomerulus,
tempatnya berasal, dan berakhir di makula densa(2).
3) Aparatus
juxtaglomerular
Aparatus
juxtaglomerulus merupakan struktur yang terdiri dari tiga jenis sel utama,
yaitu sekelompok sel tubulus yang disebut makula densa, sel mesangial
ekstraglomerulus, dan sel granular. Sel granular terutama pada dinding arteriol
aferen dan menyekresi renin(2).
4) Tubulus
Distal
Setelah sel makula
densa, terdapat tubulus kontortus distal, kemudian berlanjut menjadi tubulus
kolektivus dan bermuara di duktus kolektivus. Duktus kolektivus teridir dari
tiga bagian dinamakan berdasakan kedalamannya pada ginjal yaitu duktus
kolektivus kortikal, duktus kolektivus medula luar, dan duktus kolektivus
medula dalam. Duktus kolektivus medula dalam mengalirkan ke duktus papilaris,
yang berhubungan dengan papila ginjal lalu ke kaliks minor(2).
d. Hormon
1) Hormon
yang bekerja pada ginjal
a) Hormon
antidiuretik (ADH atau Vasopresin)
Merupakan peptida yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior, hormon ini meningkatkan
reabsorpsi air pada duktus kolektivus(2).
b) Aldosteron
Merupakan hormon
steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal, hormon ini meningkatkan
reabsorpsi natrium pada duktus kolektivus(2).
c) Peptida
Natriuretik (NP)
Diproduksi oleh sel
jantung dan meningkatkan ekskersi natrium pada duktus kolektivus(2).
d) Hormon
Paratiroid
Merupakan protein yang
diproduksi oleh kelenjar paratiroid. Hormon ini meningkatakan ekskresi fosfat,
reabsorpsi kalsium, dan produksi vitamin D pada ginjal(2).
2) Hormon
yang dihasilkan oleh ginjal
Diatas ginjal terdapat
kelenjar suprarenalis. Kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu yang
menghasilkan dua macam hormon, yaitu hormon kortisol dan hormon adrenalin,
adrenalin dihasilkan dari medula(1).
a) Renin
Merupakan protein yang
dihasilkan oleh aparatus juxtaglomerular. Hormon ini menyebabkan pembentukan
angiotensin II . angiotensin II bekerja langsung pada tubulus proksimal dan bekerja
melalui aldosteron pada tubulus distal untuk meningkatkan retensi natrium.
Hormon ini juga merupakan vasokontriktor yang kuat(2).
b) Vitamin
D
Merupakan hormon
steroid yang dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif 1,25 –
dihidroksikolekalsiferol, yang terutama berperan meningkatkan absorpsi kalsium
dan fosfaat dari usus(2).
c) Eritropoetin
Merupakan protein yang
diproduksi di ginjal. Hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah merah
disumsum tulang(2).
d) Prostaglandin
Diproduksi di ginjal,
memiliki berbagai efek terutama pada tonus pembuluh darah ginjal(2).
e. Persyarafan
Ginjal
Ginjal mendapatkan
persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur
jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal. Saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ginjal(1).
2.
Ureter
Terdiri
dari dua saluran pipa, masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria), panjangnya ± 25 – 30 cm, dengan penampang ± 0.5 cm. Ureter
sebagian terletak didalam ronggan abdomen dan sebagian lagi terletak dalam
rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari(1):
a. Dinding
luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan
tengah lapisan otot polos
c. Lapisan
sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk kedalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan
peristaltik mendorong urin melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk kedalam
kandung kemih(1).
Ureter berjalan hampir
vertikal kebawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh peritoneum.
Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis,
pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe berasal dari pembuluh sekitarnya
mempunyai saraf sensorik(1).
Pars abdominalis ureter
dalam kavum abdomen ureter terletak dibelakang peritoneum sebelah medula
anterior m. Psoas mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa. Vasa spermatika atau
ovarika interna menyilang secara oblique, selanjutnya ureter akan mencapai
kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna(1).
Ureter kanan terletak
pada pars desendens duodenum. Sewaktu turun kebawah terdapat dikanan bawah dan
disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka iliokolika, dekat arpetura pelvis
akan dilewati oleh bagian bawah mesentrium dan bagian akhir ilium. Ureter kiri
disilang oleh vasa koplika sinistra dekat arpetura pelvis superior dan berjalan
dibelakang kolon sigmoid dan mesentrium(1).
Pars pelvis ureter
berjalan pada bagian dinding lateral dari kavum pelvis sepanjang tepi anterior
dari insisura iskiadika mayor dan tertutup oleh peritoneum. Ureter dapat
ditemukan didepan arteri hipogastrika bagian dalam nervus obturatoris arteri
vasialia anterior dan hemoroidalis media. Pada bagian bawah insisura iskiadika
mayor, ureter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral dari
vesika urinaria(1).
Ureter pada pria
terdapat didalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus defens dan
dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan oblique
sepanjang 2 cm dalam dinding veska urinaria pad sudut lateral dari trigonum
vesika. Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas dan bawah ureter akan
tertutup pada waktu vesika urinaria penuh akan membentuk katup (valvula) dan
mencegah pengembalian urin dari vesika urinaria.
Ureter pada wanita
terdapat dibelakang fossa ovarika dan berjalan kebagian medial dan kedepan bagian
lateralis serviks uteri bagian atas, vagina untuk mencapai fundus vesika
urinaria. Dalam perjalanannya, ureter didampingi oleh arteri uterina sepanjang
2,5 cm dan selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju keatas diantara
lapisan ligamentum. Ureter mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga
tempat yang penting dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada
sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm,
dan pada saat masuk vesika urinaria yang berdiameter 1 – 5 mm(1).
Pesyarafan ureter
merupakan cabang dari fleksus mesentrikus inferior, pleksus spermatikus dan
pleksus pelvis. Sepertiga dari nervus vagus, rantai eferns dan nervus vagus
eferens dari nervus torakali ke 11 dan 12, nervus lumbalis ke 1, dan nervus
vagus mempunyai rantai aferen untuk ureter(1).
3.
Vesika Urinaria
Vesika
urinaria (Kandung Kemih) dapat menggembung dan mengempis seperti balon karet,
terletak dibekang simfisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih
seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari(1):
a. Fundus
yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectovesikale yang terisis oleh jaringan ikat duktis
deferen, vesika seminalis, dan prostat.
b. Korpus
yaitu, bagian antara verkteks dan fundus.
c. Verteks,
yaitu agian yang mancung kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih
terdiri dari lapisan sebelah luar (peritoneum), tunika muskularis (lapisan
otot), tunika submukosa, dan lapisan bagian dalam (mukosa). Pembuluh limfe
vesika urinaria mengalirkan cairan limfe kedalam nodi limfatik iliaka interna
dan eksterna(1).
Lapisan otot vesika urinaria
terdiri dari otot polos yang tersusun dan saling berkaitan dan disebut m.
Detrusor vesikale. Peredaran darah vesika urinaria berasal dari arteri
vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka
eksterna. Venanya membentuk pleksus venosus vesikalis yang berhubungan dengan
pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna(1).
Persyarafan vesika
urinaria berasal dari pleksus hipogastrika inferior. Serabut ganglion
simpatikus berasal dari ganglion lumbalis ke 1 dan ke 2 yang berjalan turun ke
vesika urinaria melalui pleksus hipogastrikus. Serabut preganglion parasimpatis
yang keluar dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2,
3, dan 4 melalui hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria(1).
Sebagian besar serabut
aferen sensoris yang keluar dari vesika urinaria menuju sistem susunan saraf
pusat melalui nervus splanikus berjalan bersama saraf simpatis melalui pleksus
hipogastrikus masuk kedalam segmen lumbal ke 1 dan ke 2 medula spinalis(1).
a. Pengisisan
dan Pengosongan Vesika Urinaria
Dinding ureter
mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral longitudinal dan
sirkuler, lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltik teratur dari
1 – 5 kali/menit dan menggerakkan urin dari pelvis renalis ke vesika urinaria,
disemprotkan setiap gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui
dinding vesika urinaria untuk menjaga ureter tertutup, kecuali selama gelombang
peristaltik dan mencegah urin tidak kembali ke ureter(1).
Apabila vesika urinaria
terisis penuh, permukaan superior membesar dan menonjol keatas masuk ke dalam
rongga abdomen. Peritoneum menutupi bagian bawah dinding anterior kolumna
vesika urinaria yang terletak dibawah vesika urinaria dan permukaan atas
prostat. Serabut otot polos prostat kolumna vesika urinaria dilanjutkan sebagai
serabut otot polos prostat. Kolumna vesika urinaria yang dipertahankan pada
tempatnya pada pria oleh ligamentum puboprostatika dan pada wanita oleh
ligamentum pubovesikalis yang merupakan penebalan fasia pelvis(1).
Membran mukosa vesika
urinaria dalam keadaan kososng berlipat – lipat. Lipatan ini menghilang apabila
vesika urinaria terisi penuh. Daerah membran mukosa meliputi permukaan dalam
basis vesika urinaria yang dinamakan trigonum. Vesika ureter menembus dinding
vesika urinaria secara miring membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik
urin ke ginjal pada waktu vesika urinaria terisi(1).
Kontraksi otot m.
Detrusor bertanggung jawab pada pengosongan vesika urinaria selama berkemih
(mikturisi), berkas otot berjalan pada sisi uretra. Serabut ini dinamakan
sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdpat sfingter uretra membranosa
(sfingter uretra eksterna). Epitel vesika urinaria dibentuk dari lapisan superfisialis
sel kuboid(1).
Urin mengalir dari
duktus koligentes masuk ke kalik renalis menegangkan kaliks renalis dan
meningkatkan aktivitasnya yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang
menyebar ke pelvis renalis kemudian turun sepanjang ureter. Dengan demikian
mendorong urin dari pelvis renalis kearah kandung kemih.
Dinding ureter terdiri
dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis. Kontraksi peristaltik pada
ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh
perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor
didaerah trigonum kandung kemih sepanjang beberapa sentimeter menembus dinding
kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih
cenderung menekan ureter dengan demikian mencegah aliran balik urin dari
kandung kemih sewaktu terjadi kompresi kandung kemih(1).
Setiap gelombang
peristaltik terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter
sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberikan
kesempatan urine mengalir kedalam kandung kemih
4.
Uretra
Uretra
merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan
air kemih keluar(1).
a. Uretra
Pria
Pada laki – laki uretra
berjalan berkelok – kelok melalui garis tengah – tengah prostat kemudian
menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjang ± 20
cm. Uretra laki – laki terdiri dari(1):
1) Uretra
prostatia
Merupakan saluran
terlebar, panjangnya 3 cm, berjalan hampir vertikulum melalui glandula prostat,
mulai dari dari basis ke apeks dan lebih dekat ke permukaan anterior. Bentuk
salurannya seperti kumpalan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin kebawah
makin dangkal kemudian bergabung dengan pars membran. Potongan transversal
saluran ini menghadap kedepan.
Panjang dinding
posterior terdapat krista uretralis yang berbentuk kulit yang dibentuk ole
penonjolan membran mukosa dan jaringan dibawahnya dengan panjang 15 – 17 cm
tinggi 3 cm. Pada kiri dan kanan krista uretralis terdapat sinus prostatikus
yang ditembus oleh orifisium duktus dari lobus lateralis glandula prostata dan
duktus dari lobus medial glandula prostata bermuara di belakang krista
uretralis.
Bagian depan dari
krista uretralis terdapat tonjolan ynag disebut kolikus seminalis. Pada
orifisium utrikulus, prostatikus berbentuk kantong sepanjang 6 cm yang berjalan
keatas dan ke belakang didalam substansia prostato dibelakang lobus medial.
Dindingnya terdiri dari jaringan ikat, lapisan muskularis, dan membran mukosa.
Beberapa glandula kecil terbuka kedalam permukaan dalam.
2) Uretra
pars membranosa
Ini merupakan saluran
yang paling pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah kebawah dan ke depan
diantara apeks glandula prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea menembus
diafragma urogenitalis, panjang kira – kira 2.5 cm, dibawah belakang simfisis
pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranesea. Di depan saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang
mencapai pelvis diantara ligamentum tranversal pelvis dan ligamentum arquata
pubis.
3) Uretra
pars kavernosa
Merupakan saluran
terpanjang dari uretra dan terdapat didalam korpus kavernosus uretra, panjangnya kira – kira 15
cm, mulai dari pars membranesea sampai ke orifisium dari diafragma
urogenitalis. Pars kavernosus uretra berjalan kedepan dan ke atas menuju bagian
depan simfisis pubis. Pada keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan
membelok kebawah dan ke depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus
penis 6 mm dan berdilatasi kebelakang. Bagian depan berdilatasi didalam gland
penis yang akan membentuk fossa navikularis uretra.
Orifisium uretra
eksterna merupakan bagian erektor yang paling berkontraksi berupa sebuah celah
vertikal ditutupi oleh kedua bibir kecil dan panjangnya 6 mm. Glandula
uretralis yang akan bermuara kedalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu
glandula dan lakuna. Glandula terdapat dibawah tunika mukosa di dalam korpus
kavernosus uretra (glandula pars uretralis). Lakuna dibagian dalam epitelium.
Lakuna yang lebih besar dipermukaan atas disebut lakuna magma orifisusim dan
lakuna ini menyebar kedepan sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter
yang dilalui sepanjang saluran
Lapisan uretra laki –
laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa(1).
Uretra pria mulai dari
orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria sampai orifisium uretra
eksterna. Pada penis panjangnya 17.5 – 20 cm.
b. Uretra
Wanita
Uretra pada wanita
terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit ke arah atas,
panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis
(sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak
disebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina). Dan uretra disini hanya
sebagai saluran ekskresi. Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. Uretra
ini menembus fasia diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung
didepan permukaan vagina, 2.5 cm dibelakang gland klitoris. Glandula uretra
bermuara ke uretra, yang terbesar diantaranya adalah glandula pars uretralis
(skene) yang bermuara kedalam orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai
saluran ekskresi(1).
Uretra wanita jauh
lebih pendek daripada uretra laki – laki dan terdiri dari lapisan otot polos
yang diperkuat oleh sfingter otot rangka pada muaranya bermuara penonjolan
berupa kelenjar dan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan
banyaknya sinus venosus mirip dengan jaringan kavernosus(1).
B
Fisiologi
Sistem Urinaria
1.
Fungsi Ginjal(1)
a. Mengatur
volume cairan didalam tubuh. Kelebihan cairan didalam tubuh akan diekskresikan
ginjal sebagai urin yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan
keringat) menyebabkan urin yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih
pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif
normal.
b. Mengatur
keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam
plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan atau pengeluaran yang
abnormal ion – ion akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit
perdarahan (diare, muntah), ginjal akan meningkatkan ekskresi ion – ion yang
penting (misalkan Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfat).
c. Mengatur
keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran
makanan menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini
disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur –
sayuran, urin akan bersifat basa. pH urin bervariasi antara 4.8 – 8.2. ginjal
menyekresi urin sesuai dengan perubahan pH darah.
d. Ekskresi
sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat –zat toksik, obat – obatan,
hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing.
e. Fungsi
hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan
penting mengatur tekanan darah (sistem renin – angiotensin aldosteron),
membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk proses pembentukan sel
darah merah, dan membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif)
yang diperlukan untuk absorpsi ion kalsium di usus.
2.
Filtrasi Glomerulus
Kapiler
glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang
lebih besar dan permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami
kenaikan tekanan darah 90mmHg. Kenaikan ini terjadi karena arteriole aferen
yang mengarah kearah glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan
memberikan sedikit tahanan kapiler yang lain. Darah didorong kedalam ruangan
yang lebih kecil, sehingga darah mendorong air dan partikel kecil yang terlarut
dalam plasma masuk kedalam kapsula bowman. Tekanan darah terhadap dinding
pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik (TH). Gerakan masuknya ke dalam
kapsula bowman disebut sebagai filtrasi glomerulus. Tiga faktor dalam proses
filtrasi dalam kapsula bowman menggambarkan integrasi ketiga faktor tersebut
yaitu:
a. Tekanan
Osmotik
Tekanan yang dikeluarkan
oleh air (sebagai pelarut) pada membran semipermeabel sebagai usaha untuk
menembus membran semipermeabel kedalam area yang mengandung lebih banyak
molekul yang dapat melewati membran semipermeabel. Pori – pori dalam kapiler
glomerulus membuat membran semi permeabel memungkinkan untuk melewati yang
lebih kecil dan air teteapi mencegah molekul yang lebih besar misalnya protein
dan plasma.
b. Tekanan
Hidrostatik
Sekitar 15mmHg
dihasilkan oleh adanya filtrasi didalam kapsula dan berlawanan dengan tekanan
hidrostatik darah. Filtrasi juga mengeluarkan tekanan osmotik 1 – 3 mmHg yang
berlawanan dengan osmotik darah
c. Perbedaan
Tekanan Osmotik Plasma
Dengan cairan dalam
kapsula bowaman mencerminkan perbedaan konsentrasi protein, perbedaan ini
menimbulkan pori – pori kapiler mencegah protein plasma untuk difiltrasi
Tekanan hidrostatik
plasma dan tekanan osmotik filtrasi kapsula bowman bekerja sama untuk meningkatkan
gerakan air dan molekul permeabel, molekul permeabel kecil dari plasma masuk
kedalam kapsula bowman. Tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik filtrat kapsula
bowman sama – sama mempercepat gerakan air dan molekul permeabel dari kapsula
bowman masuk kekapiler, jumlah tekanan (90-3) – (32-15) = 70 mmHg akan
mempermudah pemindahan filtrat darah kedalam kapsula bowman. Laju ini dinamakan
laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada orang sehat jumlah pertukaran filtrasi
permenit 125 mL. Faktor klinis yang mempengaruhi LFG adalah TH dan TO filtrat,
hipoproteinemia terjadi pada kelaparan akan menurunkan TO dan meningkatkan LFG.
Membran filtrasi
terdiri dari tiga lapisan, yaitu sel endotelium glomerulus, membran basiler,
dan epitel kapsula bowman. Sel endotelium glomerulus dalam badan malphigi akan
mempermudah proses filtrasi. Didalam glomerulus sel – sel darah, trombosit, dan
sebagian besar protein plasma disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan.
Hasil penyaringan tersebut berupa urin primer (filtrat glomerulus). Urin primer
mengandung zat yang hampir sama dengan cairan yang menembus kapiler menuju ke
ruang antar sel. Dalam keadaan normal, urin primer tidak mengandung eritrosit,
tetapi mengandung protein yang kadarnya kurang dari 0.03%. kandungan elektrolit
(senyawa yang larutannya merupakan pengantar listrik) dan kristaloid (kristal
halus yang terbentuk dari protein) dari urin primer juga hampir sama dengan
cairan jaringan. Kadar anion didalam urin termasuk ion Cl- dan ion
HCO3-, lebih tinggi 5% daripada kadar anion plasma,
sedangkan kadar kation lebih rendah 5% daripada kadar kation plasma. Selain itu
urin primer mengandung glukosa, garam – garam, natrium, kalium, dan asam amino(3).
3.
Proses Reabsorpsi
Sewaktu
filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui bagian
– bagian tubulus. Sebelum diekskresikan sebagai uerin beberapa zat diabsorpsi
kembali secara selektif dari tubulus dan kembali kedalam darah, sedangkan yang
lain diekskresikan dari darah kedlam lumen tubulus. Pada akhirnya urin
terbentuk dan semua zat dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga
proses dasar ginjal (filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi
tubulus).
Ekskresi
Urin = Filtrasi Glomerulus – Reabsorpsi Tubulus + Sekresi Tubulus
Reabsorpsi merupakan
proses pemindahan cairan dari tubulus renalis menuju kepembuluh darah yang
mengelilinginya, yaitu kapiler peritubuler. Sel – sel tubulus renalis secara
selektif mereabsorpsi zat – zat yang terdapat pada urin primer. Reabsorsi
tergantung dari kebutuhan zat – zat yang terdapat dalm urin primer. Zat – zat
makanan seluruhnya direabsorpsi, sedangkan reabsorpsi garam anorganik
bervariasi tergantung dari kadar zat tersebut didalam plasma. Setelah
reabsorpsi, kadar urea menjadi lebih tinggi dan zat – zat yang dibutuhkan tidak
ditemukan lagi. Urin yang dihasilkan setelah proses reabsorpsi disebut urin
sekunder (filtrat tubulus)(3).
Ginjal menangani
beberapa zat yang difiltrasi secara bebas dalam ginjal dan diabsorpsi dengan
kecepatan yang berbeda, kecepatan masing – maisng zat yang difiltrasi dapat
dihitung sebagai berikut(1):
Filtrasi = Kecepatan
Filtrasi Glomerulus x Kecepatan Plasma
Perhitungan ini
menganggap bahwa zat – zat difiltrasi secara bebas dan tidak terkait pada
protein plasma(1).
Kebanyakan zat proses
filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus secara kuantitatif relatif sangat
besar terhadap sekresi urin. Sedikit saja perubahan pada filtrasi glomerulus
atau reabsorpsi tubulus secara potensial dapat menyebabkan perubahan relatif
besar. Beberpa prosuk buangan seperti ureum dan kreatinin sulit direabsorpsi
dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang relatif besar(1).
Mekanisme
pasif. Zat yang direabsorpsi harus ditranspor melintasi
membran epitel tubulus kedalam cairan interestisial ginjal, melalui kapiler
peritubulus kedalam darah. Reabsorpsi melalui epitel tubulus kedalam darah
misalnya air dan zat terlarut dapat ditranspor melalui membran selnya sendiri
(jalur transelular) atu melalui saluran sambungan antar sel (jalur para
selular). Setelah diabsorpsi melalui sel epitel tubulus kedalam cairan
interestisial air dan zat terlarut ditranspor melalui dinding kapiler kedalam
darah dengan cara ultrafiltrasi yang diperantarai oleh tekanan hidrostatik dan
tekanan osmotik koloid(1).
Transpor
aktif. Mendorong suatu zat terlarut melawan gradien
elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme. Transpor
yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi seperti hidrolisis
adenosin trifosfat (ATP) disebut transpor aktif primer. Transpor aktif yang
tidak berhubungan langsung dengan suatu sumber energi seperti yang dilakukan
oleh gradien ion, disebut transpor aktif sekunder(1).
Sel tubulus proksimal
mempunyai banyak sekali brush boerder. Permukaan membran epitel brush boerder
dimuati molekul protein yang mentranspor ion natrium melewati membran lumen
yang bertalian dengan mekanisme transpor nutrien organik(asam amino dan
glukosa). Tubulus proksimal merupakan tempat penting untuk sekresi asam dan
basa organik, seperti garam – garam empedu, oksalat, urat, dan katekolamin(1).
Regulasi reabsorpsi
tubulus penting untuk mempertahankan suatu keseimbangan yang tepat antara
reabsorpsi tubulus dan filtrasi glomerulus. Adanya mekanisme saraf, faktor
hormonal, dan kontrol setempat yang meregulasi reabsorpsi tubulus untuk
pengaturan filtrasi glomerulus maka reabsorpsi beberapa zat terlarut dapat
diatur secara bebas terpisah dari yang lain terutama melalui mekanisme
pengontrolan hormonal(1).
a. Reabsorpsi
Air
Pada keadaan normal,
hampir 99% dari air yang menembus membran filtrasi akan direabsorpsi sebelum
mencapai ureter. Reabsorpsi di tubulus proksimal dilakukan dengan proses
osmosis yang disebut reabsorpsi obligat. Sebaliknya, reabsorpsi air di tubulus
distal disebut reabsorpsi fakultatif, yaitu reabsorpsi yang terjadi tergantung
dari kebutuhan. Jadi, jika tubuh terlalu banyak mengandung air, tidak terjadi
reabsorpsi. Reabsorpsi air di tubulus distal dipengaruhi oleh hormon anti
diuretik (ADH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis. Bila sekresi hormon
antidiuretik dari kelenjar hipofisis sangat berkurang, maka reabsorpsi air
dihambat. Hal tersebut menyebabkan jumlah urin banyak dan dapat mencapai 20 L
selama sehari semalam, keadaan demikian disebut diabetes insipidus(3).
Bagian Tubulus Renalis
|
Air yang Diabsorpsi (%)
|
Tubulus
proksimal
|
80
|
Lengkung
henle
|
6
|
Tubulus
distal
|
9
|
Saluran
penampung
|
4
|
b. Reabsorpsi
Zat Tertentu
Reabsorpsi zat tertentu
dapat terjadi secara transpor aktif dan difusi. Sebagai contoh, pada sisi
tubulus yang berdekatan dengan lumen tubulus renalis terjadi difusi ion Na+,
sedangkan pada sisi tubulus yang berdekatan dengan kapiler terjadi transpor
aktif ion Na+. Adanya transpor aktif Na+ di sel tubulus
ke kapiler menyebabkan menurunnya kadar ion Na+ di sel tubulus
renalis. Pada umumnya zat yang penting bagi tubuh direabsorpsi secara transpor
aktif(3).
c. Reabsorpsi
Zat yang Penting bagi Tubuh
Zat – zat penting yang
secara aktif direabsorpsi adalah protein, asam amino, glukosa,, asam
asetoasetat, dan vitamin. Glukosa dan asam asetoasetat merupakan sumber energi,
sedangkan protein dan asam amino merupakan bahan pengganti sel yang sudah tua.
Zat – zat tersebut direabsorpsi secara aktif di tubulus proksimal, sehingga
tidak ada lagi di lengkung hanle(3).
4.
Proses Augmentasi
Augmentasi
adalah proses penambahan zat – zat yang tidak diperlukan oleh tubuh kedalam
tubulus distal. Peristiwa ini disebut juga sekresi tubular. Sel – sel tubulus
mengeluarkan zat – zat tertentu yang mengandung ion hidrogen dan ion kalium
kemudian menyatu dengan urin sekunder. Penambahan ion hidrogen sangat penting
karena membantu menjaga keseimbangan pH dalam darah. Jika pH dalam darah mulai
turun, sekresi ion hidrogen akan meningkat sampai berada pada keadaan pH normal
(7.3 – 7.4) dan urin yang dihasilkan memiliki pH dengan kisaran 4.5 – 8.5, urin
yang terbentuk akan disimpan sementara dikandung kemih dan selanjutnya dibuang
melalui uretra(3).
C
Faktor
– faktor yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Urin
Proses pembentukan urin
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang menyangkut hormon
(antidiuretik dan insulin) dan faktor eksternal yang menyangkut jumlah air yang
diminum(3).
1. Hormon
Antidiuretik (ADH)
Hormon antidiuretik
dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofisis (neurohipofisis). Pengeluaran hormon
ini ditentukan oleh reseptor khusus didalam otak yang secara terus menerus
mengendalikan tekanan osmotik darah (keseimbangan konsentrasi air dalam darah).
Oleh karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi air pada
tubulus distal, sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh
karena cara kerja dan pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut sebagai
hormon antidiuretik(3).
Jika tekanan osmotik
darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau kekurangan cairan
tubuh (saat kehausan atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air dalam
darah akan turun. Akibat dari kondisi tersebut, sekresi ADH meningkat dan
dialirkan oleh darah menuju ginjal. ADH selain meningkatkan permeabilitas sel
terhadap air juga meningkatkan permeabilitas saluran pengumpul, sehingga
memperbesar membran sel saluran pengumpul. Dengan demikian air akan berdifusi
keluar pipa pengumpul, lalu masuk kedalam darah. Keadaan tersebut akan berusaha
memulihkan konsentrasi air dalam darah. Namun, akibatnya urin yang dihasilkan
menjadi sedikit dan lebih pekat(3).
2. Hormon
Insulin
Hormon
insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau Langerhans dalam pankreas.
Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing manis
(diabetes mellitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga
kadar gula dalam darah akan tinggi. Akibat dari keadaan tersebut adalah terjadi
gangguan terhadap reabsorpsi didalam tubulus distal, sehingga dalam urin masih
terdapat glukosa.
3. Jumlah
Air yang Diminum
Jumlah air yang diminum
tentu akan mempengaruhi konsentrasi air dalam darah. Jika kita meminum banyak
air konsentrasi air dalam darah menjadi tinggi, dan konsentrasi protein dalam
darah menurun, sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti
ini menyebabkan darah menjadi lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang.
Menurunnya filtrasi dan berkurangnya ADH akan menyebabkan menurunnya penyerapan
air, sehingga urin yang dihasilkan akan meningkat dan encer(3).
D
Refleks Berkemih
Sinyal sensorik dari
reseptor kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medulla spinalis melalui
nervus pelvikus kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui
saraf parasimpatis. Ketika kandung kemih terisi sebagian, kontraksi kandung
kemih biasanya secara spontan berelaksasi. Setelah beberapa detik otot detrusor
berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung
kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi lebih bertambah sering dan
menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat(1).
Pada saat berkemih,
menjadi cukup kuat menimbulkan refleks lain yang berjalan melalui nervus
pudendal ke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal
konstriktor volunter ke sfingter eksterna berkemih pun akan terjadi. Jika berkemih
tidak terjadi, kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi semakin
kuat(1).
Refleks berkemih adalah
refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat automatik, tetapi dapat
dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. Pusat ini antara lain(3):
1. Pusat
perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak terletak di pons varoli
2. Beberapa
pusat yang terletak di korteks serebral utama bekerja sebagai penghambat tetapi
dapat menjadi perangsang. Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya
berkemih, tetapi pusat yang lebih tinggi normalnya memegang peranan.
Pengendalian akhir
berkemih(3):
1. Pusat
yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks berkemih kecuali
peristiwa berkemih dikehendaki.
2. Pusat
yang lebih tinggi mencegah berkemih, bahkan jika terjadi refleks berkemih
timbul dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus
kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih
3. Jika
tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih
sakral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu bersamaan
menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat
terjadi
Berkemih dibawah
keinginan tercetus dengan cara seseorang secara sadar mengonsentrasikan otot –
otot abdomennya yang meningkatkan tekanan dalam dinding kandung kandung kemih,
mengakibatkan urin ekstra memasuki kandung kemih sehingga meregangkan dinding
kandung kemih. Hal ini menstimulasi reseptor regang dan merangsang reflek
berkemih, serta menghambat sfingter eksternus uretra secara simultan, biasanya
seluruh urin akan keluar dalam keadaan normal(1).
Peristiwa pembuangan
urin yang mengalir melalui ureter ke dalam kandung kemih, menimbulkan keinginan
untuk berkemih akibat dari penambahan tekanan di dalam kandung kemih, yang
sudah ada 170 – 230 mL urin(1).
E
Gambaran
Klinis Penyakit Ginjal
Karena jumlah nefron
pada setiap ginjla melebihi jumlah yang diperlukan untuk memppertahankan
kehidupan, maka kerusakan ginjal yang signifikan dapat terjadi tanpa gejala
klinis yang jelas. Penyakit ginjal tidak tampak secara klinis sampai terjadi
penurunan fungsi ginjal yang bermakna. Karena alasan inilah penyakit ginjal
progresif yang berkembang lambat dapat bersifat asimtomatik pada stadium awal(2).
1. Anamnesis
a. Nyeri
Nyeri bukan keluhan
yang umum pada penyakit ginjal, namun dapat terjadi bila ada obstruksi saluran
kemih, terutama akibat batu ginjal. Infeksi atau peregangan kapsul ginjal atau
kista ginjal, terutama pada penyakit ginjal polisiklik, dapat juga menyebabkan
nyeri. Peradangan kandung kemih atau uretra biasanya akibat infeksi, dapat
menyebabkan disuria (rasa tidak nyaman saat berkemih). Penyakit glomerular
dapat menyebabkan nyeri tumpul pada lumbal namun jarang terjadi(2).
b. Tampilan
dan Volume Urin
Proteinuria dapat
menyebabkan urin berbusa dan hematuria makroskopik (frank hematuria) terlihat
jelas berwarna merah atau pink. Urin gelap dapat pula terjadi akibat
mioglobinuria pada rabdomiolisis atau hemoglobinuria pada hemolisis. Hematuria
makroskopik intermitten berulang mengarah pada glomerulonefritis immunoglobulin
A (IgA) pada orang muda atau kanker saluran kemih pada orang berusia lanjut.
Perdarahan glomerulus terjadi selama berkemih mengarah pada perdarahan uretra,
dan hematuria yang hanya terjadi pada akhir berkemih mengarah pada perdarahan
kandung kemih atau prostat(2).
Peningkatan frekuensi
berkemih merupakan penngkatan frekuensi pengeluaran urin. Poliuria adalah
peningkatan volume urin total. Peningkatan frekuensi berkemih, terutama pada
malam hari, dapat mengarah pada pembesaran prostat pada pria atau infeksi
saluran kemih. Poliuria mengarah pada defek mekanisme pemekatan urin pada
ginjal atau kelebihan asupan air. Pembesaran prostat, obstruksi, dan retensi
urin dapat juga menyebabkan hesitancy dan urin menetes saat akhir berkemih.
Anuria total jarang terjadi dan biasanya mengarah pada obstruksi uretra atau
ureter bilateral, glomerulonefritis progresif cepat yang berat, atau oklusi
arteri renalis bilateral atau aorta(2)
c. Anamnesis
Umum
Selalu lakukan
anamnesis dengan lengkap. Pastikan apakah pasien memiliki riwayat hipertensi,
diabetes melitus, keganasan atau penyakit sistemik lainnya. Setiap infeksi yang
baru terjadi, tetapi khas merupakan infeksi tenggorok akibat streptokokus,
dapat memicu glomerulonefritis pasca infeksi. Riwayat obat – obatan dapat
menujukkan penggunaan obat – obat nefrotoksik, terutama analgesik atau obat
anti inflamasi non steroid. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga dapat
mengarah pada penyakit keturunan, terutama penyakit ginjal polisiklik. Gejala
seperti gatal, kram otot, anoreksia, mual, bahkan kebingungan sesuai dengan
gangguan ginjal kronik. Hemoptisis mengarah pada penyakit vaskulitis, terutama
sindrom Goodpasture(2).
2. Pemeriksaan
Fisik
Lakukan pemeriksaan
fisik lengkap, termasuk pengukuran tekanan darah, funduskopi, pemeriksaan fisik
untuk edema, dan pemeriksaan rektum dan vagina bila perlu. Periksa apakah ada
peregangan kandung kemih. Carilah tand apenyakit sistemik pada seluruh sistem,
terutama tanda neurologis dan reumatologis. Lesi katup jantung meningkatkan
kecurigaan glomerulonefritis yang terkait dengan endokarditis infektif. Bruit
perifer atau tidak terabanya nadi perifer menandakan penyakit vaskular dan pasien
seperti ini beresiko mengalami stenosis arterirenalis, yang dapat menimbulkan
bruit arteri renalis(2).
a. Ginjal
Pembesaran ginjal adapt
dipalpasi. Ginjal kanan yang terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena
adanya hati, kadang dapat dipalpasi dalam keadaan normal. Untuk melakukan
palpasi ginjal, letakkan tangan kanan diatas abdomen bagian atas pada sisi yang
akan diperiksa. Pada sisi yang sama letakkan tangan kiri dengan jari – jari
pada sudut ginjal yang dibentuk oleh batas lateral otot lumbal dan iga ke 12.
Pada saat pasien inspirasi, dorong jari tangan kiri ke anterior beberapa kali.
Anda akan merasakan pembesaran ginjal dengan tangan kanan saat ginjal bergerak
kerongga abdomen bawah saat inspirasi dan terdorong ke anterior oleh jari
tangan kiri anda(2).
b. Status
Cairan
Penting untuk
mengetahui apakah pasien mengalami kelebihan atau kekurangan cairan tubuh. Tanda
fisik yang berguna untuk menentukannya adalah edema pitting perifer, yang
terlihat terutama dimata kaki dan sakrum, tanda edema paru, efusi, tekanan vena
jugularis, dan turgor kulit. Irama derap (gallop) jantung dapat menandakan
hipervolemia. Tekanan darah rendah, terutama yang berkaitan dengan posisi tubuh
(hipotensi ortostatik), menandakan hipovolemia(2).
3. Pemeriksaan
Urin Sederhana
Pemeriksaan urin dengan
carik celup (dipstik) berguna untuk hematuria, proteinuria, dan glukosuria.
Gunakan mikroskop, idealnya dengan fase kontras, untuk memeriksa urin segar.
Jika mungkin, lakukan sentrifugasi urin dan buang sebagian besar supernatan
untuk mengonsentrasikan sel atau silinder(2).
a. Sel
darah merah. Dapat timbul dari bagian manapun traktus urinarius, namun sel
darah merah yang mengalami deformitas (dismorfik) menandakan perdarahan
glomerulus(2).
b. Sel
darah putih. Menandakan infllamasi, akibat infeksi bakteri jika merupakan sel
polimorfonuklear atu nefritis interestisial jika merupakan eosinofil atau
limfosit(2).
c. Silinder.
Merupakan agregat berbentuk silinder di tubulus distal atau duktus kolektivus.
Silinder sel darah merah mengindikasikan perdarahan glomerulus, biasanya akibat
glomerulonefritis. Silinder sel darah putih menandakan infeksi akut, biasanya
bakterial. Silinder hialin dan silinder granular halus merupakan temuan normal.
Silinder hialin terutama terutama terdiri dari protein dan dapat meningkatkan
pada proteinuria. Silinder granular juga terutama terdiri dari protein.
Silinder lemak dapat terjadi pada sindrom nefrotik. Silinder waxy berukuran
besar dan terjadi pada tubulus yang berdilatasi pada gagal ginjal kronik(2).
d. Kristal.
Merupakan indikasi adanya kecenderungan pembentukan batu, namun tidak selalu
bersifat patologis karena dapat pula terbentuk setelah pengumpalan urin.
Idealnya, pemeriksaan kristal pada urin dilakukan pada saat urin masih segar
dan pada suhu 370C(2).
e. Agen
infeksius. Nitrit dan leukosit esterase pada pemeriksaan carik celup menandakan
infeksi. Ambil sampel urin midstream untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur(2).
f. Proteinuria.
Periksa kualitas setiap proteinuria dengan menghitung rasio protein, kreatini
menggunakan urin sewaktu atau dari pengumpulan urin 24 jam(2).
F
Pemeriksaan
Laboratorium dan Pencitraan Diagnostik
1.
Pemeriksaan Darah
Ambil
darah vena untuk pemeriksaan biokimia dan hematologi urin. Prioritasnya adalah
memastikan kadar kalium serum tidak meningkat membahayakan(2).
2.
Memperkirakan
Laju Filtrat Glomerulus
a. Ureum
dan Kreatinin Serum
Karena ureum dan
kreatinin diekskresikan oleh ginjal, maka keduanya terakumulasi didarah jika
fungsi ginjal terganggu. Namun demikian, karena adanya kapasitas ginjal yang
berlebih, kadar keduanya tidak meningkat berarti sampai laju filtrat glomerulus
(LFG) turun menjadi sekitar 30 mL/menit dari nilai normalnya sekitar
120mL/menit. Kadar ureum meningkat akibat asupan tinggi protein atau keadaan
katabolisme dan menurun pada penyakit hati atau overdehidrasi. Ureum diflitrasi
secara bebas, namun juga direabsorpsi secara sebagian oleh tubulus, yang
prosesnya meningkat (seiring dengan reabsorpsi natrium) pada dehidrasi atau
penurunan perfusi ginjal, menyebabkan peningkatan ureum lebih besar daripada
kreatinin. Kreatinin difiltrasi secara bebas, namun dusekresi sebagian oleh
tubulus. Kreatinin diproduksi di otot dan individu dengan massa otot besar
dapat memiliki nilai yang lebih tinggi.(2).
b. Metode
Bersihan
Ketika suatu zat
difiltrasi, konsentrasi awal pada filtrat sama dengan konsentrasi pada plasma.
Jika tidak terjadi reabsorpsi, atau sekresi, maka kualitas suatu zat yang
diekskresi dalam urin selama 1 menit adalah sama dengan kuantitas yang
berpindah dari plasma melalui filtrasi selama 1 menit. Jumlah yang diekskresi
dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi urin dengan laju aliran urin per
menit. Jumlah ini harus sama dengan konsentrasi plasma dikalikan LFG (volume
filtrat yang terbentuk selama 1 menit). Dengan mengukur konsentrasi konsentrasi
suatu zat dalam plasma dan urin serta laju aliran urin permenit, maka LFG dapat
diperkirakan(2).
Bersihan kreatinin
memberikan perkiraan rutin mengenai LFG. Pengumpulan urin 24 jam memberikan
informai laju aliran urin dalam milimeter per menit. Bersihan kreatinin sedikit
melebihkan perkiraan LFG karena adanya sekresi kreatinin tubulus. Sekresi ini
tentunya juga kesalahan yang terjadi, meningkat jika LFG rendah. Simetidin dan
trimetropim mengahmbat sekresi kreatinin dan dengan demikian meningkatkan kadar
kreatinin darah dan menurunkan bersihan kreatinin yang terukur. Inulin tidak
disekresi atau direabsorpsi dan digunakan untuk menentukan LFG secara akurat
untuk penelitian. Algoritma – algoritma seperti algoritma Cockcroft – Gault
dapat memprediksi bersihan kreatinin dengan cukup akurat menggunakan kreatinin
plasma dan berbagai variabel seperti usia pasien, berat badan dan jenis kelamin(2).
c. Metode
Radio – Isotop
LFG dapat diperkirakan
dengan mengikuti penurunan konsentrasi dalam darah zat yang disuntikkan seperti
51Cr – EDTA (chromium – 51 –
labeled ethylenediaminetetra – acetic acid) atau 99mTc – DTPA (technetium – 99m – labeled
diethylenetriamininepenta – acetic acid). Zat – zat ini dibersihkan hanya
oleh ginjal. Laju pembersihan ini diperkirakan dari pengukuran plasma serial
dan mencerminkan LFG(2).
3.
Pemeriksaan Biokimia Lain
Kadar
albumin serum rendah pada sindrom nefrotik akibat kehilangan protein melalui
urin. Sindrom nefrotik juga menyebabkan hiperlipidema. Elektroforesis protein
plasma dapat menurunkan kelebihan imunoglobulin monoklonal yang sesuai dengan
mieloma atau kelainan sel B lainnya. Elektroforesis urin dapat menunjukkan
kebococran imunoglobulin bebas rantai ringan di urin. Miogloblin di darah atau
urin menunjukkan rabdomiolisis, dan hemoglobin bebas di darah dan urin
menunjukkan hemolisis. Mioglobin dan hemoglobin bebas bersifat toksik bagi
tubulus ginjal. Analisis gas darah arteri akan menunjukkan gangguan asam – basa(2).
4.
Pemeriksaan Imunologis
Berbagai
pemeriksaan imunologis dan mikrobiologis dapat bermanfaat. Antibodi sitoplasmik
antineutrofil menandakan vaskulitis dan antibodi terhadap antimembran basal
glomerulus menandakan sindrom Goodpasture. Antibodi nuklear, antibodi terhadap
DNA untai ganda, dan kadar komplemen rendah menandakan lupus eritermatosus
sistemik(2).
5.
Pencitraan Ginjal
Ultrasonografi
memberikan informasi mengenai ukuran dan anatomi ginjal, termasuk adanya krista
atau dilatasi kaliks, yang menandakan obstruksi. Pemeriksaan Doppler dapat
digunakan untuk menilai aliran arteri dan vena renalis. CT dan MRI dapat juga
memvisualisasi sistem ginjal(2).
Foto
polos dapat menunjukkan ukuran ginjal dan mendeteksi batu radio – opak. Kontras
intravena akan memberi gambaran urogram intravena (IVU) yang memperlihatkan
bentuk ginjal dan saluran kemih. Sayangnya kontras kadang dapat bersifat
nefrotoksik, terutama pada pasien dehidrasi. CT scan spiral dengan kontras
intravena dapat memberikan gambaran seluruh saluran ginjal dengan sempurna(2).
Saluran
kemih juga diperiksa dengan menginjeksikan kintras menaiki ke ureter melalui
uretra dan kandung kemih atau menuruni uretrer melalui penyuntikan perkutan
pada pelvis ginjal. Angiografi ginjal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter
arteri pada arteri brakhialis atau femoralis dan menginjeksikan kontras radio –
opak ke arteri renalis untuk memvisualisasi arteri tersebut(2).
a. Pencitraan
Nuklir
Pemindaian dengan 99mTc
– DTPA memberikan informasi dinamis mengenai aliran darah ginjal dan pemindaian
dengan DMSA (dimercaptosuccinic acid)
memberikan informasi statis mengenai fungsi ginjal yang terlokalisasi(2).
99mTc
– DTPA disekresi cepat oleh filtrasi ginjal dan setelah injeksi bolus
intravena, peningkatan, dan penurunan radiosktivitas pada ginjal dapat
terdeteksi dan dihitung dengan kamera gamma. Kinetika dari perubahan ini
memberikan informasi yang baik mengenia aliran darah ginjal(2).
99mTc
– DTPA terlokalisasi pada sel tubulus proksimal yang melakukan ambilan suksinat
setelah injeksi intravena dan gambar kamera gamma menunjukkan lokalisasi,
bentuk, dan fungsi setiap ginjal secara terpisah(2).
6.
Biopsi Ginjal
Diagnosis
histologis apapun dari penyakit ginjal membutuhkan biopsi ginjal. Biopsi
perkutan dengan jarum cutting panjang melalui punggung, biasanya dengan panduan
ultrasonografi. Komplikasi mayor tindakan ini adalah perdarahan. Biopsi terbuka
jarang dilakukan. Jaringan yang diambil kemudian diperiksa dengan mikroskop
cahaya, immunostainning menggunakan antibodi terhadap komplemen atau
imunoglobulin, dan seringkali dengan mikroskop elektron(2).
G
Pengaturan
Obat dan Molekul Organik oleh Ginjal
1.
Gambaran Umum Kinetika Obat
Semua
obat, kecuali yang diinjeksikan secara intravena, harus diabsorpsi dari
lokalisasi pemberiannya (misalnya usus, kulit, atau otot) kedalam darah dan
berjalan menuju lokasi kerjanya. Sebagian besar obat oral diabsorsi di usus
halus. Beberapa obat mengalami “metabolisme lintas pertama” dimana obat
dimetabolisme atau diinaktivasi di hati, atau yang lebih jarang di usus atau
paru, sebelum obat mencapai sirkulasi sistemik. Begitu diabsorpsi, obat
tersebar diseluruh volume distribusinya, yang dapat hanya melibatkan jaringan
tertentu(2).
Protein
plasma mengikat banyak obat dan albumin mengikat obat yang bersifat asam, dan
asam α1- glikoprotein mengikat obat yang bersifat basa. Obat yang
berkaitan kuat dengan protein plasma cenderung bertahan dalam sirkulasi. Jika
ikatan dengan protein rendah, distribusi obat bergantung pada kelarutan dalam
lemak. Obat yang larut air bertahan di cairan ekstraselular, sementara obat
yang larut lemak dapat masuk ke dalam sel dan bahkan dapat terkonsentrasi di
jaringan lemak(2).
Obat
dapat dimetabolisme, terutama di hati, dan aktivitas metabolitnya dapat berbeda
dari bentuk aslinya. Reaksi fase 1 menyebabkan oksidasi, reduksi, atau
hidrolisis obat dan melibatkan sitokrom P450 mixed function oksidase. Reaksi fase II menambah gugus seperti
glukuronidase atau sulfat ke produk fase I untuk meningkatkan kelarutan dalam
air. Metabolit ini dapat diekskresi dari hati ke dalam empedu atau dari ginjal
ke dalam urin. Banyak obat diekskresi oleh ginjal, dan dapat terakumulasi
sampai kadar toksik jika terdapat gangguan ginjal(2).
2.
Penanganan Obat Oleh Ginjal
Obat
yang berikatan dengan protein plasma tidak difiltrasi karena protein tidak di
filtrasi. Filtrasi obat yang tidak berikatan dengan protein bergantung pada
ukuran dan muatannya. Transporter anion dan kation organik di tubulus proksimal
dapat menyekresi obat dan dapat tersaturasi. Rebsorpsi obat di tubulus tidak
berperan besar(2).
Anion.
Transpor anion basolateral dimotori oleh Na+/K+ ATPase.
Hal ini menciptakan gradien natrium yang mendorong transpor α – ketoglutarat2-
(αKG) kedalam sel oleh kotransporter natrium dikarboksilat (NaDC3). Protein
transporter anion organik (organic anion
transporter, OAT) basolateral kemudian memindahkan anion kedalam sel dan
menukarnya dengan α – ketoglutarat2-. Anion ditrasnpor melintasi
membran apikal oleh protein OAT yang berbeda sesuai gradien konsentrasi(2).
Kation.
Transpor kation apikal juga dimotori oleh Na+/Ka+ ATPase.
Hal ini menciptakan gradien natrium yang mendorong transpor hidrogen ke luar
sel oleh penukar natrium hidrogen (NHE3). Protein transporter kation organik
(organic cation transporter, OCT) apikal kemudian memindahkan kation kecil ke
luar sel dan menukarnya dengan hidrogen. Terdapat pula transpor aktif kation
yang lebih besar melintasi membran apikal oleh transporter ATPase MDRI. Kation
ditrasnpor melintasi membran basolateral oleh protein OCT yang berbeda sesuai
gradien konsentrasi(2).
Obat
– obat kationik tidka terakumulasi di sel tubulus karena obat – obat tersebut
ditranspor ke luar sel dibagian apikal secara aktif. Namun demikian, obat –
obtan anionik dapat terakumulasi samapai kadar toksik karena transpor
basolateral tidak berjalan secara aktif. Probenesid menghambat ekskresi
penisilin ileh protein OAT dan telah digunakan untuk meningkatkan kadar
penisilin dalam plasma(2).
3.
Efek pH Urin
pH
urin mempengaruhi apakah suatu asam atau basa orgaik akan diprotonasi (diberi
proton) sehinggan memiliki muatan atau tidak. Zat bermuatan akan lebih larut dalam
air dan lebih diekskresi oleh ginjal(2).
4.
Merespkan Obat yang Diekskresikan oleh
Ginjal
Ekskresi
obat oleh ginjal menunjukkan kenetika derajat pertama. Hal ini berarti laju
pengeluaran obat sebanding dengan konsentrasi obat dalam plasma. Setelah pemberian
dosis tunggal, kadar dalam plasma meningkat, mencapai puncak, dan menurun.
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan dari kadar puncak sampai mencapai
separuhnya. Dengan dosis stabil, diperlukan empat kali waktu paruh untuk
mencapai steady state (kondisi stabil). Pemberian dosis yang sama dengan jumlah
obat dalam tubuh dalam keadaan steady state akan menghilangkan keterlambatan
ini. Maka, dosis rumatan merupakan separuh dosis loading dan diberikan sekali
setiap waktu paruh. Volume distribusi dihitung dengan membagi jumlah obat yang
diberikan dengan konsentrasi dalam plasma. Untuk mencapai kadar dalam plasma
yang terukur, obat harus tersebar rata didalam volume plasma. Kadar pada
keadaan steady state meningkat seiring dengan peningkatan dosis, frekuensi dosis,
waktu paruh atau absorpsi, dan penurunan volume distribusi(2).
5.
Meresepkan Obat Pada Gangguan Ginjal
Gangguan
ginjal mengurangi filtrasi glomerulus dan sekresi obat pada tubulus. Dosis obat
biasanya terpengaruh bila lebih dari 50% eliminasi obat yang normal dilakukan
oleh ginjal. Untuk menghindari toksisitas, dosis perlu dikurangi atau interval
pemberiannya ditingkatkan. Jika perlu, kadar obat dimonitor. Sebagian besar
hormon polipeptida, termasuk hormon insulin dan paratiroid, dimetabolisme di
ginjal dan bersihannya berkurang pada keadaan gangguan ginjal. Pada penyakit
ginjal kronik, pengikatan protein pada obat yang bersifat asam (seperti
fenitoin dan teofilin) berkurang karena toksin ureum berkompetisi merebut
lokasi pengikatan obat pada albumin. Sebaliknya, pengikatan protein pada obat
yang basa akan meningkat pada pasien uremia yang kadar asam α1-glikoprotein
meningkat(2).
6.
Dialisis
Obat
yang larut air lebih mudah dikeluarkan melalui dialisis daripada obat yang
larut lemak. Obat yang berikatan kuat dengan protein sukar dikeluarkan. Obat
seperti digoksin, dengan volume distribusi yang sangat besar, memiliki
kosentrasi dalam plasma yang rendah, dan karenanya sukar dikeluarkan. Jika
suatu obat sebgaian besar dieliminasi oleh dialisis, maka biasanya diberikan
satu dosis setelah setiap dialisis. Hemofiltrasi dapat mengeluarkan molekul
yang lebih besar daripada hemodialisis karena ukuran pori membran hemofiltrasi
lebih besar daripada hemodialisis. Dialisis peritoneal relatif tidak efisien
dalam membersihkan obat(2).
Obat
yang terutama dieliminasi di ginjal
|
Obat
yang ikatannya dengan protein berkurang pada gagal ginjal
|
Ampisilin
|
Barbiturat
|
Sefalosporin
|
Benzil Penisilin
|
Digoksin
|
Diazepam
|
Etambutol
|
Morfin
|
Gentamisin
|
Fenitoin
|
Streptomisin
|
Warfarin
|
Tetrasiklin
|
Sulfonamid
|
Vankomisin
|
H
Farmakologi
Ginjal
Diuretik meningkatkan
volume urin. Kerja obat ini meningkatkan jumlah zat yang aktif secara osmotik
(biasanya ion klorida dan ion natrium) didalam tubulus. Hali ini melawan
reabsorpsi air dan meningkatkan volume urin(2).
1.
Diuretik Ioop
Diuretik
Ioop merupakan diuretik kuat dan meliputi furosemid, bumetanid, dan asam
etakrinat. Obat – obatan ini berikatan kuat dengan plasma, namun diekskresi
ditubulus oleh transporter anion organik.diuretik Ioop berikatan dengan
kotransporter NKCC2 di ansa henle segmen asendens tebal. Ikatan ini menghambat
reabsorpsi natrium, kalium, dan klorida yang menyebabkan diuresis dengan
hilangnya elektrolit – elektrolit ini. Perbedaan voltase transelular menurun
dan reabsorpsi kalsium serta magnesium praselular juga berkurang(2).
Reabsorpsi
garam disegmen asendens normalnya memekatnya interestisium medula. Dengan
mengeblok proses ini, diuretik Ioop dapat menurunkan kemampuan ginjal dalam
memekatkan urin. Peningkatan masuknya natrium kedalam sel prinsipal diduktus
kolektivus meningkatkan sekresi kalium sebagai pengganti reabsorpsi natrium(2).
2.
Tiazid: Diuretik Tubulus Distal
Tiazid
merupakan diuretik lemah dan disekresi kedalam tubulus proksimal. Obat ini
menghambta secara reversibel kotransporter NaCl apikal NCC diawal tubulus
distal dengan berikatan pada lokasi pengikatan klorida. Dengan demikian, lebih
banyak natrium yang masuk kedalam sel prinsipal di duktus kolektivus. Sebagaian
natrium berlebih ditukar dengan kalium, sehingga menyebabkan hipokalemia.
Reabsorpsi kalsium meningkat dan tiazid dapat digunakan untuk mengobati hiperkalsiuria.
Penurunan reabsorpsi natrium menurunkan konsentrasi natrium intraselular,
merangsang pertukaran natrium-kalsium basolateral (melalui trasnporter NCX) dan
meningkatkan reabsorpsi kalsium. Tiazid juga digunakan untuk mengobati
hipertensi karena dapat menurunkan resistensi perifer, namun mekanisme kerjanya
belum jelas. Efek samping obat ini meliputi deplesi natrium, kalium, klorida,
dan magnesium. Kadar kolesterol dan urat dapat meningkat(2).
3.
Diuretik Hemat Kalium di Duktus
Kolektivus
Amilorid
dan triamteren terutama digunakan untuk mengurangi hilangnya kalium oleh
diuretik Loop. Pada sel partisipalduktus kolektivus kortikal, masuknya natrium
dari lumen melalui kanal natrium epitel EnaC menyebabkan keluarnya kalium di
bagian apikal. Oleh karena itu, reabsorpsi natrium berkaitan dengan sekresi
kalium dan keduanya bergantung pada aktivitas Na+/Ka+
ATPase basolateral. Amilorid berkompetisi dengan natrium memperebutkan suatu
lokasi dikanal EnaC sehingga mengeblok reabsorpsi natrium dan sekresi kalium.
Triameteren memiliki kerja yang serupa(2).
Aldosteron
meningkatkan reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan meningkatkan
transkripsi kanal EnaC dan Na+/K+ ATPase. Spironolakton
mengeblok reseptor aldosteron (reseptor mineralokortikoid tipe 1), sehingga
menurunkan reabsorpsi natrium dan sekresi kalium(2).
Efek
samping diuretik hemat kalium meliputi hiperkalemia, dan pada penggunaan
spironolakton, timbul efek antiandrogenik yang dapat menyebabkan ginekomastia.
Antibiotik pentamidin dan trimetoprim dapat menyebabkan hiperkalemia melalui
kerjanya yang menyerupai amilorid(2).
4.
Inhibitor Karbonat Anhidrase
Inhibitor
karbonat anhidrase reaksi karbon dioksida dan air sehingga mencegah pertukaran
Na/H dan reabsorpsi bikarbonat. Peningkatan kadar bikarbonat dalam filtrat akan
melawan reabsorpsi air. Reabsorpsi natrium ditubulus proksimal juga berkurang
karena sebagian prosesnya tergantung pada reabsorpsi bikarbonat(2).
5.
Diuretik Osmotik
Diuretik
osmotik, seperti manitol atau gliserol, difiltrasi di glomerulus dan kemudian
tidak direabsorpsi. Saat filtrat bergerak disepanjang nefron, terjadi
reabsorpsi air dan konsentrasi diuretik osmotik meningkat sampai efek
osmotiknya melawan reabsorpsi tanpa air. Akhirnya, reabsorpsi natrium juga
dihambat karena gradien netrium antara filtrat dan plasma meningkat sampai
kesuatu titik dimana natrium akan bergerak kembali kedalam lumen(2).
Monitol,
suatu diuretik osmotik, menarik air dari sel secara osmotik dan digunakan untuk
dehidrasi sel otak pada keadaan edema serebri. Manitol meningkatkan aliran
darah ginjal dengan meningkatkan volume ekstraselular dan intravaskular serta
menurunkan volume sel darah merah dan viskositas darah. Peningkatan aliaran
darah dapat menurunkan osmolitas interestisial medula, sehingga mengurangi kapasitasnya
dalam memekatkan urin. Infus manitol kadang diberikan untuk mencegah gagal
ginjal akut pada keadaan beresiko tinggi. Kegunaannya masih kontroversial dan
kelebihan infus ini dapat menyebabkan kelebihan beban volume jika terjadi
gangguan fungsi ginjal(2).
Glukosa
difiltrasi di glomerulus. Kadar glukosa plasma yang tinggi menyebabkan kadar
glukosa filtrat yang tinggi, yang dapat melebihi kapasitas reabsorpsi tubulus.
Glukosa kemudian bertindak sebagai diuretik osmotik yang menyebabkan deplesi
volume selama hiperglikemia diabetik. Kadar ureum yang tinggi akibat
metabolisme protein juga dapat menyebabkan diuresis osmotik pada ginjal yang
masih berfungsi(2).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk
Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC: 2006
2.
Chris O’ Callaghan. At a Glance Sistem
Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: EMS: 2007
3.
Diah, Choirul, Syalfinaf, Endang. Biologi
2. Jakarta: Esis: 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar