Minggu, 17 Februari 2013

sistem urinari


BAB I
SISTEM URINARIA

A      Anatomi Sistem Urinaria
1.      Ginjal
Ginjal suatu kelenjar yang terletak dibagian belakang kavum abdominalis dibelakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis 3, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umunya ginjal laki – laki lebih panjang dari ginjal wanita(1). Ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya hati(2).
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan korteks (subtansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla (subtansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang – lubang kecil disebut papila renalis. Masing – masing piramid saling dilapisis oleh kolumna renalis(1).
Garis – garis yang terlihat pada piramid disebut tubulus nefron, yang merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, ansa henle, dan tubulus distal, dan tubulus urinarius. Pada setiap ginjal diperkirakan ada 1. 000.000 nefron, selama 24 jam menyaring darah 170 liter. Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang – lubang yang terdapat pada piramid renal masing – masing membentuk simpul dan kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus.  Pembuluh darah aferen yang bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior(1).
Ginjal mempertahankan kestabilan lingkungan ekstraselular yang menunjang fungsi sel semua tubuh. Ginjal mengontrol keseimbangan air dan ion dengan mengatur ekskresi air, natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium, fosfat, dan zat – zat lain serta mengatus status asam – basa(2).

a.       Peredaran Darah
Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata. Arteria interloburalis yang berada pada tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan – gumpalan yang disebut glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai bowman. Disinilah terjadi penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior(1).
b.      Glomerulus sebagai sawar filtrasi
Glomerulus merupakan suatu bola kapiler yang dikelilingi oleh kapsula bowman, kumpulan epitel tubulus berbentuk kapsul cekung dimana urin difiltrasi. Glomerulus juga mengandung sel mesangial, yang merupakan penggantung untuk menyangga lekung kapiler dan memiliki kemampuan kontraktil dan fagositik. Darah memasuki kapiler glomerulus melalui arteriol aferen dan meninggalkannya melalui arteriol eferen, bukan venula. Vasokontriksi arteriol eferen menyebabkan tekanan hidrostatik tinggi didalam kapiler glomerulus, memaksa air, ion, dan molekul kecil melewati sawar filtrasi ke kapsula bowman. Suatu zat difiltrasi atau tidak bergantung pada ukuran molekul dan muatannya. Sawar filtrasi terdiri dari tiga lapisan(2):
1)      Sel Endotel
Sel endotel dinding kapiler glomerulus tipis dan memiliki pori berukuran 70 nm yang dipenuhi oleh glikoprotein bermuatan negatif, terutama podokaliksin.
2)      Membran Basal Glomerulus
Membran basal kapiler juga mengandung glikoprotein bermuatan negatif. Membran ini teridiri dari dua lapisan yang mengandung kolagen tipe IV, proteoglikan heparan sulfat, laminin, podokaliksin, dan sejumlah kecil kolagen tipe III dan V, fibronektin, dan entaktin. Kolagen tipe IV membentuk rantai heliks yang tersusun sebagai struktur tiga dimensi dan tempat melekat komponen lainnya.
3)      Sel Epitel Kapsula Bowman
Sel epitel atau podosit memiliki proyeksi panjang yang merupakan asal tonjolan kaki dan menempel pada membran basal glomerulus sisi saluran kemih. Tonjolan kaki dari podosit – podosit yang berbeda saling menempel dan menyisakan celah filtrasi (Filtrasion slit) berukuran 25 – 65 nm diantaranya. Melintasi celah – celah ini, jalinan protein membentuk pori celah (slit pore). Protein slit pore utama adalah nefrin, yang berinteraksi dengan protein lain termasuk podosin dan CD2AP. Pori ini merupakan kunci selektivitas sawar pada proses filtrasi dan mencegah lewatnya molekul besar seperti albumin
c.       Fungsi Tubulus
Filtrat urin dibentuk diglomerulus dan dibawa kedalam tubulus dimana volume dan isinya diubah oleh proses reabsorpsi atau sekresi. Reabsorpsi sebagian besar zat terlarut ditubulus proksimal dan sedikit penyesuaian komposisi urin terjadi di tubulus distal dan duktus kolektifus, ansa henle bertugas memekatkan urin(2).
Epitel tubulus hanya terdiri dari selapis sel. Sel tubulus memiliki taut erat ( tight junction) pada bagian apikal atau luminal yang memisahkan cairan tubulus dengan plasma peritubulus, sehingga memungkinkan terjadinya proses transpor untuk membentuk gradien konsentrasi di sepanjang epitel tubulus. Sel pada kapsula bowman merupakan sel epitel skuamosa yang tipis, sedangkan sel pada tubulus merupakan sel epitel kolumnar yang khusus berperan pada proses transpor(2).
1)      Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal awalnya melengkung lalu lurus dan kemudian menjadi ansa henle. Sel tubulus merupakan sel epitel kolumnar yang tinggi dengan banyak mikrovili, permukaan yang luas, dan aparatus endositik luminal yang berkembang dengan baik. Banyak zat direabsorpsi aktif di tubulus proksimal, seperti natrium, kalium, kalsium, fosfat, glukosa, asam amino, dan air. Reabsorpsi ini mengurangi volume filtrat, namun karena air bergerak secara osmotik dengan zat terlarut yang direabsorpsi, maka filtrat tidak menjadi pekat (yaitu reabsorpsi iso – osmotik)(2).
2)      Ansa Henle
Seiring tubulus proksimal lurus dan menjadi ansa henle segmen desendens tipis, sel menjadi semakin gepeng dengan semakin sedikit mikrovili. Struktur berlanjut menjadi segmen asendens tipis, kemudian segmen asendens tebal, yang selnya sebagian besar kuboid, segmen asendens besar bergerak ke atas menuju glomerulus, tempatnya berasal, dan berakhir di makula densa(2).
3)      Aparatus juxtaglomerular
Aparatus juxtaglomerulus merupakan struktur yang terdiri dari tiga jenis sel utama, yaitu sekelompok sel tubulus yang disebut makula densa, sel mesangial ekstraglomerulus, dan sel granular. Sel granular terutama pada dinding arteriol aferen dan menyekresi renin(2).
4)      Tubulus Distal
Setelah sel makula densa, terdapat tubulus kontortus distal, kemudian berlanjut menjadi tubulus kolektivus dan bermuara di duktus kolektivus. Duktus kolektivus teridir dari tiga bagian dinamakan berdasakan kedalamannya pada ginjal yaitu duktus kolektivus kortikal, duktus kolektivus medula luar, dan duktus kolektivus medula dalam. Duktus kolektivus medula dalam mengalirkan ke duktus papilaris, yang berhubungan dengan papila ginjal lalu ke kaliks minor(2).
d.      Hormon
1)      Hormon yang bekerja pada ginjal
a)      Hormon antidiuretik (ADH atau Vasopresin)
Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior, hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus kolektivus(2).
b)      Aldosteron
Merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal, hormon ini meningkatkan reabsorpsi natrium pada duktus kolektivus(2).
c)      Peptida Natriuretik (NP)
Diproduksi oleh sel jantung dan meningkatkan ekskersi natrium pada duktus kolektivus(2).
d)     Hormon Paratiroid
Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid. Hormon ini meningkatakan ekskresi fosfat, reabsorpsi kalsium, dan produksi vitamin D pada ginjal(2).
2)      Hormon yang dihasilkan oleh ginjal
Diatas ginjal terdapat kelenjar suprarenalis. Kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormon, yaitu hormon kortisol dan hormon adrenalin, adrenalin dihasilkan dari medula(1).
a)      Renin
Merupakan protein yang dihasilkan oleh aparatus juxtaglomerular. Hormon ini menyebabkan pembentukan angiotensin II . angiotensin II bekerja langsung pada tubulus proksimal dan bekerja melalui aldosteron pada tubulus distal untuk meningkatkan retensi natrium. Hormon ini juga merupakan vasokontriktor yang kuat(2).
b)      Vitamin D
Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif 1,25 – dihidroksikolekalsiferol, yang terutama berperan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfaat dari usus(2).
c)      Eritropoetin
Merupakan protein yang diproduksi di ginjal. Hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah merah disumsum tulang(2).
d)     Prostaglandin
Diproduksi di ginjal, memiliki berbagai efek terutama pada tonus pembuluh darah ginjal(2).

e.       Persyarafan Ginjal
Ginjal mendapatkan persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal. Saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal(1). 

2.      Ureter
Terdiri dari dua saluran pipa, masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria), panjangnya ± 25 – 30 cm, dengan penampang ± 0.5 cm. Ureter sebagian terletak didalam ronggan abdomen dan sebagian lagi terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari(1):
a.       Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b.      Lapisan tengah lapisan otot polos
c.       Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk kedalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk kedalam kandung kemih(1).
Ureter berjalan hampir vertikal kebawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh peritoneum. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe berasal dari pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik(1).
Pars abdominalis ureter dalam kavum abdomen ureter terletak dibelakang peritoneum sebelah medula anterior m. Psoas mayor dan ditutupi oleh fasia subserosa. Vasa spermatika atau ovarika interna menyilang secara oblique, selanjutnya ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri iliaka eksterna(1).
Ureter kanan terletak pada pars desendens duodenum. Sewaktu turun kebawah terdapat dikanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vosa iliaka iliokolika, dekat arpetura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesentrium dan bagian akhir ilium. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sinistra dekat arpetura pelvis superior dan berjalan dibelakang kolon sigmoid dan mesentrium(1).
Pars pelvis ureter berjalan pada bagian dinding lateral dari kavum pelvis sepanjang tepi anterior dari insisura iskiadika mayor dan tertutup oleh peritoneum. Ureter dapat ditemukan didepan arteri hipogastrika bagian dalam nervus obturatoris arteri vasialia anterior dan hemoroidalis media. Pada bagian bawah insisura iskiadika mayor, ureter agak miring ke bagian medial untuk mencapai sudut lateral dari vesika urinaria(1).
Ureter pada pria terdapat didalam visura seminalis atas dan disilang oleh duktus defens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan oblique sepanjang 2 cm dalam dinding veska urinaria pad sudut lateral dari trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urinaria, dinding atas dan bawah ureter akan tertutup pada waktu vesika urinaria penuh akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengembalian urin dari vesika urinaria.
Ureter pada wanita terdapat dibelakang fossa ovarika dan berjalan kebagian medial dan kedepan bagian lateralis serviks uteri bagian atas, vagina untuk mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya, ureter didampingi oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan menuju keatas diantara lapisan ligamentum. Ureter mempunyai 2 cm dari sisi serviks uteri. Ada tiga tempat yang penting dari ureter yang mudah terjadi penyumbatan yaitu pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm, penyilangan vosa iliaka diameter 4 mm, dan pada saat masuk vesika urinaria yang berdiameter 1 – 5 mm(1).
Pesyarafan ureter merupakan cabang dari fleksus mesentrikus inferior, pleksus spermatikus dan pleksus pelvis. Sepertiga dari nervus vagus, rantai eferns dan nervus vagus eferens dari nervus torakali ke 11 dan 12, nervus lumbalis ke 1, dan nervus vagus mempunyai rantai aferen untuk ureter(1).

3.      Vesika Urinaria
Vesika urinaria (Kandung Kemih) dapat menggembung dan mengempis seperti balon karet, terletak dibekang simfisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari(1):
a.       Fundus yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisis oleh jaringan ikat duktis deferen, vesika seminalis, dan prostat.
b.      Korpus yaitu, bagian antara verkteks dan fundus.
c.       Verteks, yaitu agian yang mancung kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritoneum), tunika muskularis (lapisan otot), tunika submukosa, dan lapisan bagian dalam (mukosa). Pembuluh limfe vesika urinaria mengalirkan cairan limfe kedalam nodi limfatik iliaka interna dan eksterna(1).
Lapisan otot vesika urinaria terdiri dari otot polos yang tersusun dan saling berkaitan dan disebut m. Detrusor vesikale. Peredaran darah vesika urinaria berasal dari arteri vesikalis superior dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka eksterna. Venanya membentuk pleksus venosus vesikalis yang berhubungan dengan pleksus prostatikus yang mengalirkan darah ke vena iliaka interna(1).
Persyarafan vesika urinaria berasal dari pleksus hipogastrika inferior. Serabut ganglion simpatikus berasal dari ganglion lumbalis ke 1 dan ke 2 yang berjalan turun ke vesika urinaria melalui pleksus hipogastrikus. Serabut preganglion parasimpatis yang keluar dari nervus splenikus pelvis yang berasal dari nervus sakralis 2, 3, dan 4 melalui hipogastrikus inferior mencapai dinding vesika urinaria(1).
Sebagian besar serabut aferen sensoris yang keluar dari vesika urinaria menuju sistem susunan saraf pusat melalui nervus splanikus berjalan bersama saraf simpatis melalui pleksus hipogastrikus masuk kedalam segmen lumbal ke 1 dan ke 2 medula spinalis(1).
a.       Pengisisan dan Pengosongan Vesika Urinaria
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral longitudinal dan sirkuler, lapisan otot yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltik teratur dari 1 – 5 kali/menit dan menggerakkan urin dari pelvis renalis ke vesika urinaria, disemprotkan setiap gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding vesika urinaria untuk menjaga ureter tertutup, kecuali selama gelombang peristaltik dan mencegah urin tidak kembali ke ureter(1).
Apabila vesika urinaria terisis penuh, permukaan superior membesar dan menonjol keatas masuk ke dalam rongga abdomen. Peritoneum menutupi bagian bawah dinding anterior kolumna vesika urinaria yang terletak dibawah vesika urinaria dan permukaan atas prostat. Serabut otot polos prostat kolumna vesika urinaria dilanjutkan sebagai serabut otot polos prostat. Kolumna vesika urinaria yang dipertahankan pada tempatnya pada pria oleh ligamentum puboprostatika dan pada wanita oleh ligamentum pubovesikalis yang merupakan penebalan fasia pelvis(1).
Membran mukosa vesika urinaria dalam keadaan kososng berlipat – lipat. Lipatan ini menghilang apabila vesika urinaria terisi penuh. Daerah membran mukosa meliputi permukaan dalam basis vesika urinaria yang dinamakan trigonum. Vesika ureter menembus dinding vesika urinaria secara miring membuat seperti katup untuk mencegah aliran balik urin ke ginjal pada waktu vesika urinaria terisi(1).
Kontraksi otot m. Detrusor bertanggung jawab pada pengosongan vesika urinaria selama berkemih (mikturisi), berkas otot berjalan pada sisi uretra. Serabut ini dinamakan sfingter uretra interna. Sepanjang uretra terdpat sfingter uretra membranosa (sfingter uretra eksterna). Epitel vesika urinaria dibentuk dari lapisan superfisialis sel kuboid(1).
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kalik renalis menegangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitasnya yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis kemudian turun sepanjang ureter. Dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis kearah kandung kemih.
Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis. Kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor didaerah trigonum kandung kemih sepanjang beberapa sentimeter menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih sewaktu terjadi kompresi kandung kemih(1).
Setiap gelombang peristaltik terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberikan kesempatan urine mengalir kedalam kandung kemih

4.      Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar(1).
a.       Uretra Pria
Pada laki – laki uretra berjalan berkelok – kelok melalui garis tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagian penis panjang ± 20 cm. Uretra laki – laki terdiri dari(1):
1)      Uretra prostatia
Merupakan saluran terlebar, panjangnya 3 cm, berjalan hampir vertikulum melalui glandula prostat, mulai dari dari basis ke apeks dan lebih dekat ke permukaan anterior. Bentuk salurannya seperti kumpalan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin kebawah makin dangkal kemudian bergabung dengan pars membran. Potongan transversal saluran ini menghadap kedepan.
Panjang dinding posterior terdapat krista uretralis yang berbentuk kulit yang dibentuk ole penonjolan membran mukosa dan jaringan dibawahnya dengan panjang 15 – 17 cm tinggi 3 cm. Pada kiri dan kanan krista uretralis terdapat sinus prostatikus yang ditembus oleh orifisium duktus dari lobus lateralis glandula prostata dan duktus dari lobus medial glandula prostata bermuara di belakang krista uretralis.
Bagian depan dari krista uretralis terdapat tonjolan ynag disebut kolikus seminalis. Pada orifisium utrikulus, prostatikus berbentuk kantong sepanjang 6 cm yang berjalan keatas dan ke belakang didalam substansia prostato dibelakang lobus medial. Dindingnya terdiri dari jaringan ikat, lapisan muskularis, dan membran mukosa. Beberapa glandula kecil terbuka kedalam permukaan dalam.
2)      Uretra pars membranosa
Ini merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal, berjalan mengarah kebawah dan ke depan diantara apeks glandula prostata dan bulbus uretra. Pars membranesea menembus diafragma urogenitalis, panjang kira – kira 2.5 cm, dibawah belakang simfisis pubis diliputi oleh jaringan sfingter uretra membranesea. Di depan  saluran ini terdapat vena dorsalis penis yang mencapai pelvis diantara ligamentum tranversal pelvis dan ligamentum arquata pubis.
3)      Uretra pars kavernosa
Merupakan saluran terpanjang dari uretra dan terdapat didalam korpus  kavernosus uretra, panjangnya kira – kira 15 cm, mulai dari pars membranesea sampai ke orifisium dari diafragma urogenitalis. Pars kavernosus uretra berjalan kedepan dan ke atas menuju bagian depan simfisis pubis. Pada keadaan penis berkontraksi, pars kavernosus akan membelok kebawah dan ke depan. Pars kavernosus ini dangkal sesuai dengan korpus penis 6 mm dan berdilatasi kebelakang. Bagian depan berdilatasi didalam gland penis yang akan membentuk fossa navikularis uretra.
Orifisium uretra eksterna merupakan bagian erektor yang paling berkontraksi berupa sebuah celah vertikal ditutupi oleh kedua bibir kecil dan panjangnya 6 mm. Glandula uretralis yang akan bermuara kedalam uretra dibagi dalam dua bagian, yaitu glandula dan lakuna. Glandula terdapat dibawah tunika mukosa di dalam korpus kavernosus uretra (glandula pars uretralis). Lakuna dibagian dalam epitelium. Lakuna yang lebih besar dipermukaan atas disebut lakuna magma orifisusim dan lakuna ini menyebar kedepan sehingga dengan mudah menghalangi ujung kateter yang dilalui sepanjang saluran

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa(1).
Uretra pria mulai dari orifisium uretra interna di dalam vesika urinaria sampai orifisium uretra eksterna. Pada penis panjangnya 17.5 – 20 cm.
b.      Uretra Wanita
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis berjalan miring sedikit ke arah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak disebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina). Dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. Uretra ini menembus fasia diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna langsung didepan permukaan vagina, 2.5 cm dibelakang gland klitoris. Glandula uretra bermuara ke uretra, yang terbesar diantaranya adalah glandula pars uretralis (skene) yang bermuara kedalam orifisium uretra yang hanya berfungsi sebagai saluran ekskresi(1).
Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki – laki dan terdiri dari lapisan otot polos yang diperkuat oleh sfingter otot rangka pada muaranya bermuara penonjolan berupa kelenjar dan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyaknya sinus venosus mirip dengan jaringan kavernosus(1).

B       Fisiologi Sistem Urinaria
1.      Fungsi Ginjal(1)
a.       Mengatur volume cairan didalam tubuh. Kelebihan cairan didalam tubuh akan diekskresikan ginjal sebagai urin yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin yang diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
b.      Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi pemasukan atau pengeluaran yang abnormal ion – ion akibat pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit perdarahan (diare, muntah), ginjal akan meningkatkan ekskresi ion – ion yang penting (misalkan Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfat).
c.       Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur – sayuran, urin akan bersifat basa. pH urin bervariasi antara 4.8 – 8.2. ginjal menyekresi urin sesuai dengan perubahan pH darah.
d.      Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat –zat toksik, obat – obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing.
e.       Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem renin – angiotensin aldosteron), membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk proses pembentukan sel darah merah, dan membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorpsi ion kalsium di usus.
2.      Filtrasi Glomerulus
Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein plasma yang lebih besar dan permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Glomerulus mengalami kenaikan tekanan darah 90mmHg. Kenaikan ini terjadi karena arteriole aferen yang mengarah kearah glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan kapiler yang lain. Darah didorong kedalam ruangan yang lebih kecil, sehingga darah mendorong air dan partikel kecil yang terlarut dalam plasma masuk kedalam kapsula bowman. Tekanan darah terhadap dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik (TH). Gerakan masuknya ke dalam kapsula bowman disebut sebagai filtrasi glomerulus. Tiga faktor dalam proses filtrasi dalam kapsula bowman menggambarkan integrasi ketiga faktor tersebut yaitu:
a.       Tekanan Osmotik
Tekanan yang dikeluarkan oleh air (sebagai pelarut) pada membran semipermeabel sebagai usaha untuk menembus membran semipermeabel kedalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang dapat melewati membran semipermeabel. Pori – pori dalam kapiler glomerulus membuat membran semi permeabel memungkinkan untuk melewati yang lebih kecil dan air teteapi mencegah molekul yang lebih besar misalnya protein dan plasma.
b.      Tekanan Hidrostatik
Sekitar 15mmHg dihasilkan oleh adanya filtrasi didalam kapsula dan berlawanan dengan tekanan hidrostatik darah. Filtrasi juga mengeluarkan tekanan osmotik 1 – 3 mmHg yang berlawanan dengan osmotik darah
c.       Perbedaan Tekanan Osmotik Plasma
Dengan cairan dalam kapsula bowaman mencerminkan perbedaan konsentrasi protein, perbedaan ini menimbulkan pori – pori kapiler mencegah protein plasma untuk difiltrasi
Tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik filtrasi kapsula bowman bekerja sama untuk meningkatkan gerakan air dan molekul permeabel, molekul permeabel kecil dari plasma masuk kedalam kapsula bowman. Tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik filtrat kapsula bowman sama – sama mempercepat gerakan air dan molekul permeabel dari kapsula bowman masuk kekapiler, jumlah tekanan (90-3) – (32-15) = 70 mmHg akan mempermudah pemindahan filtrat darah kedalam kapsula bowman. Laju ini dinamakan laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada orang sehat jumlah pertukaran filtrasi permenit 125 mL. Faktor klinis yang mempengaruhi LFG adalah TH dan TO filtrat, hipoproteinemia terjadi pada kelaparan akan menurunkan TO dan meningkatkan LFG.
Membran filtrasi terdiri dari tiga lapisan, yaitu sel endotelium glomerulus, membran basiler, dan epitel kapsula bowman. Sel endotelium glomerulus dalam badan malphigi akan mempermudah proses filtrasi. Didalam glomerulus sel – sel darah, trombosit, dan sebagian besar protein plasma disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil penyaringan tersebut berupa urin primer (filtrat glomerulus). Urin primer mengandung zat yang hampir sama dengan cairan yang menembus kapiler menuju ke ruang antar sel. Dalam keadaan normal, urin primer tidak mengandung eritrosit, tetapi mengandung protein yang kadarnya kurang dari 0.03%. kandungan elektrolit (senyawa yang larutannya merupakan pengantar listrik) dan kristaloid (kristal halus yang terbentuk dari protein) dari urin primer juga hampir sama dengan cairan jaringan. Kadar anion didalam urin termasuk ion Cl- dan ion HCO3-, lebih tinggi 5% daripada kadar anion plasma, sedangkan kadar kation lebih rendah 5% daripada kadar kation plasma. Selain itu urin primer mengandung glukosa, garam – garam, natrium, kalium, dan asam amino(3).

3.      Proses Reabsorpsi
Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui bagian – bagian tubulus. Sebelum diekskresikan sebagai uerin beberapa zat diabsorpsi kembali secara selektif dari tubulus dan kembali kedalam darah, sedangkan yang lain diekskresikan dari darah kedlam lumen tubulus. Pada akhirnya urin terbentuk dan semua zat dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal (filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus).
Ekskresi Urin = Filtrasi Glomerulus – Reabsorpsi Tubulus + Sekresi Tubulus
Reabsorpsi merupakan proses pemindahan cairan dari tubulus renalis menuju kepembuluh darah yang mengelilinginya, yaitu kapiler peritubuler. Sel – sel tubulus renalis secara selektif mereabsorpsi zat – zat yang terdapat pada urin primer. Reabsorsi tergantung dari kebutuhan zat – zat yang terdapat dalm urin primer. Zat – zat makanan seluruhnya direabsorpsi, sedangkan reabsorpsi garam anorganik bervariasi tergantung dari kadar zat tersebut didalam plasma. Setelah reabsorpsi, kadar urea menjadi lebih tinggi dan zat – zat yang dibutuhkan tidak ditemukan lagi. Urin yang dihasilkan setelah proses reabsorpsi disebut urin sekunder (filtrat tubulus)(3). 
Ginjal menangani beberapa zat yang difiltrasi secara bebas dalam ginjal dan diabsorpsi dengan kecepatan yang berbeda, kecepatan masing – maisng zat yang difiltrasi dapat dihitung sebagai berikut(1):
Filtrasi = Kecepatan Filtrasi Glomerulus x Kecepatan Plasma
Perhitungan ini menganggap bahwa zat – zat difiltrasi secara bebas dan tidak terkait pada protein plasma(1).
Kebanyakan zat proses filtrasi glomerulus dan reabsorpsi tubulus secara kuantitatif relatif sangat besar terhadap sekresi urin. Sedikit saja perubahan pada filtrasi glomerulus atau reabsorpsi tubulus secara potensial dapat menyebabkan perubahan relatif besar. Beberpa prosuk buangan seperti ureum dan kreatinin sulit direabsorpsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang relatif besar(1).
Mekanisme pasif. Zat yang direabsorpsi harus ditranspor melintasi membran epitel tubulus kedalam cairan interestisial ginjal, melalui kapiler peritubulus kedalam darah. Reabsorpsi melalui epitel tubulus kedalam darah misalnya air dan zat terlarut dapat ditranspor melalui membran selnya sendiri (jalur transelular) atu melalui saluran sambungan antar sel (jalur para selular). Setelah diabsorpsi melalui sel epitel tubulus kedalam cairan interestisial air dan zat terlarut ditranspor melalui dinding kapiler kedalam darah dengan cara ultrafiltrasi yang diperantarai oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid(1).
Transpor aktif. Mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme. Transpor yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) disebut transpor aktif primer. Transpor aktif yang tidak berhubungan langsung dengan suatu sumber energi seperti yang dilakukan oleh gradien ion, disebut transpor aktif sekunder(1).
Sel tubulus proksimal mempunyai banyak sekali brush boerder. Permukaan membran epitel brush boerder dimuati molekul protein yang mentranspor ion natrium melewati membran lumen yang bertalian dengan mekanisme transpor nutrien organik(asam amino dan glukosa). Tubulus proksimal merupakan tempat penting untuk sekresi asam dan basa organik, seperti garam – garam empedu, oksalat, urat, dan katekolamin(1).
Regulasi reabsorpsi tubulus penting untuk mempertahankan suatu keseimbangan yang tepat antara reabsorpsi tubulus dan filtrasi glomerulus. Adanya mekanisme saraf, faktor hormonal, dan kontrol setempat yang meregulasi reabsorpsi tubulus untuk pengaturan filtrasi glomerulus maka reabsorpsi beberapa zat terlarut dapat diatur secara bebas terpisah dari yang lain terutama melalui mekanisme pengontrolan hormonal(1).
a.       Reabsorpsi Air
Pada keadaan normal, hampir 99% dari air yang menembus membran filtrasi akan direabsorpsi sebelum mencapai ureter. Reabsorpsi di tubulus proksimal dilakukan dengan proses osmosis yang disebut reabsorpsi obligat. Sebaliknya, reabsorpsi air di tubulus distal disebut reabsorpsi fakultatif, yaitu reabsorpsi yang terjadi tergantung dari kebutuhan. Jadi, jika tubuh terlalu banyak mengandung air, tidak terjadi reabsorpsi. Reabsorpsi air di tubulus distal dipengaruhi oleh hormon anti diuretik (ADH) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis. Bila sekresi hormon antidiuretik dari kelenjar hipofisis sangat berkurang, maka reabsorpsi air dihambat. Hal tersebut menyebabkan jumlah urin banyak dan dapat mencapai 20 L selama sehari semalam, keadaan demikian disebut diabetes insipidus(3).



Bagian Tubulus Renalis
Air yang Diabsorpsi (%)
Tubulus proksimal
80
Lengkung henle
6
Tubulus distal
9
Saluran penampung
4

b.      Reabsorpsi Zat Tertentu
Reabsorpsi zat tertentu dapat terjadi secara transpor aktif dan difusi. Sebagai contoh, pada sisi tubulus yang berdekatan dengan lumen tubulus renalis terjadi difusi ion Na+, sedangkan pada sisi tubulus yang berdekatan dengan kapiler terjadi transpor aktif ion Na+. Adanya transpor aktif Na+ di sel tubulus ke kapiler menyebabkan menurunnya kadar ion Na+ di sel tubulus renalis. Pada umumnya zat yang penting bagi tubuh direabsorpsi secara transpor aktif(3).
c.       Reabsorpsi Zat yang Penting bagi Tubuh
Zat – zat penting yang secara aktif direabsorpsi adalah protein, asam amino, glukosa,, asam asetoasetat, dan vitamin. Glukosa dan asam asetoasetat merupakan sumber energi, sedangkan protein dan asam amino merupakan bahan pengganti sel yang sudah tua. Zat – zat tersebut direabsorpsi secara aktif di tubulus proksimal, sehingga tidak ada lagi di lengkung hanle(3).

4.      Proses Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat – zat yang tidak diperlukan oleh tubuh kedalam tubulus distal. Peristiwa ini disebut juga sekresi tubular. Sel – sel tubulus mengeluarkan zat – zat tertentu yang mengandung ion hidrogen dan ion kalium kemudian menyatu dengan urin sekunder. Penambahan ion hidrogen sangat penting karena membantu menjaga keseimbangan pH dalam darah. Jika pH dalam darah mulai turun, sekresi ion hidrogen akan meningkat sampai berada pada keadaan pH normal (7.3 – 7.4) dan urin yang dihasilkan memiliki pH dengan kisaran 4.5 – 8.5, urin yang terbentuk akan disimpan sementara dikandung kemih dan selanjutnya dibuang melalui uretra(3).
C      Faktor – faktor yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Urin
Proses pembentukan urin dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang menyangkut hormon (antidiuretik dan insulin) dan faktor eksternal yang menyangkut jumlah air yang diminum(3).
1.      Hormon Antidiuretik (ADH)
Hormon antidiuretik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofisis (neurohipofisis). Pengeluaran hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus didalam otak yang secara terus menerus mengendalikan tekanan osmotik darah (keseimbangan konsentrasi air dalam darah). Oleh karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus distal, sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara kerja dan pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut sebagai hormon antidiuretik(3).
Jika tekanan osmotik darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh (saat kehausan atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air dalam darah akan turun. Akibat dari kondisi tersebut, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah menuju ginjal. ADH selain meningkatkan permeabilitas sel terhadap air juga meningkatkan permeabilitas saluran pengumpul, sehingga memperbesar membran sel saluran pengumpul. Dengan demikian air akan berdifusi keluar pipa pengumpul, lalu masuk kedalam darah. Keadaan tersebut akan berusaha memulihkan konsentrasi air dalam darah. Namun, akibatnya urin yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih pekat(3).
2.      Hormon Insulin
Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau Langerhans dalam pankreas. Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing manis (diabetes mellitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam darah akan tinggi. Akibat dari keadaan tersebut adalah terjadi gangguan terhadap reabsorpsi didalam tubulus distal, sehingga dalam urin masih terdapat glukosa.
3.      Jumlah Air yang Diminum
Jumlah air yang diminum tentu akan mempengaruhi konsentrasi air dalam darah. Jika kita meminum banyak air konsentrasi air dalam darah menjadi tinggi, dan konsentrasi protein dalam darah menurun, sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini menyebabkan darah menjadi lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya filtrasi dan berkurangnya ADH akan menyebabkan menurunnya penyerapan air, sehingga urin yang dihasilkan akan meningkat dan encer(3).
D       Refleks Berkemih
Sinyal sensorik dari reseptor kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medulla spinalis melalui nervus pelvikus kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui saraf parasimpatis. Ketika kandung kemih terisi sebagian, kontraksi kandung kemih biasanya secara spontan berelaksasi. Setelah beberapa detik otot detrusor berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi lebih bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat(1).
Pada saat berkemih, menjadi cukup kuat menimbulkan refleks lain yang berjalan melalui nervus pudendal ke sfingter  eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna berkemih pun akan terjadi. Jika berkemih tidak terjadi, kandung kemih terisi lagi dan refleks berkemih menjadi semakin kuat(1).
Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat automatik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. Pusat ini antara lain(3):
1.      Pusat perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak terletak di pons varoli
2.      Beberapa pusat yang terletak di korteks serebral utama bekerja sebagai penghambat tetapi dapat menjadi perangsang. Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat yang lebih tinggi normalnya memegang peranan.
Pengendalian akhir berkemih(3):
1.      Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks berkemih kecuali peristiwa berkemih dikehendaki.
2.      Pusat yang lebih tinggi mencegah berkemih, bahkan jika terjadi refleks berkemih timbul dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih
3.      Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih sakral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi
Berkemih dibawah keinginan tercetus dengan cara seseorang secara sadar mengonsentrasikan otot – otot abdomennya yang meningkatkan tekanan dalam dinding kandung kandung kemih, mengakibatkan urin ekstra memasuki kandung kemih sehingga meregangkan dinding kandung kemih. Hal ini menstimulasi reseptor regang dan merangsang reflek berkemih, serta menghambat sfingter eksternus uretra secara simultan, biasanya seluruh urin akan keluar dalam keadaan normal(1).
Peristiwa pembuangan urin yang mengalir melalui ureter ke dalam kandung kemih, menimbulkan keinginan untuk berkemih akibat dari penambahan tekanan di dalam kandung kemih, yang sudah ada 170 – 230 mL urin(1).
E       Gambaran Klinis Penyakit Ginjal
Karena jumlah nefron pada setiap ginjla melebihi jumlah yang diperlukan untuk memppertahankan kehidupan, maka kerusakan ginjal yang signifikan dapat terjadi tanpa gejala klinis yang jelas. Penyakit ginjal tidak tampak secara klinis sampai terjadi penurunan fungsi ginjal yang bermakna. Karena alasan inilah penyakit ginjal progresif yang berkembang lambat dapat bersifat asimtomatik pada stadium awal(2).
1.      Anamnesis
a.       Nyeri
Nyeri bukan keluhan yang umum pada penyakit ginjal, namun dapat terjadi bila ada obstruksi saluran kemih, terutama akibat batu ginjal. Infeksi atau peregangan kapsul ginjal atau kista ginjal, terutama pada penyakit ginjal polisiklik, dapat juga menyebabkan nyeri. Peradangan kandung kemih atau uretra biasanya akibat infeksi, dapat menyebabkan disuria (rasa tidak nyaman saat berkemih). Penyakit glomerular dapat menyebabkan nyeri tumpul pada lumbal namun jarang terjadi(2).
b.      Tampilan dan Volume Urin
Proteinuria dapat menyebabkan urin berbusa dan hematuria makroskopik (frank hematuria) terlihat jelas berwarna merah atau pink. Urin gelap dapat pula terjadi akibat mioglobinuria pada rabdomiolisis atau hemoglobinuria pada hemolisis. Hematuria makroskopik intermitten berulang mengarah pada glomerulonefritis immunoglobulin A (IgA) pada orang muda atau kanker saluran kemih pada orang berusia lanjut. Perdarahan glomerulus terjadi selama berkemih mengarah pada perdarahan uretra, dan hematuria yang hanya terjadi pada akhir berkemih mengarah pada perdarahan kandung kemih atau prostat(2).
Peningkatan frekuensi berkemih merupakan penngkatan frekuensi pengeluaran urin. Poliuria adalah peningkatan volume urin total. Peningkatan frekuensi berkemih, terutama pada malam hari, dapat mengarah pada pembesaran prostat pada pria atau infeksi saluran kemih. Poliuria mengarah pada defek mekanisme pemekatan urin pada ginjal atau kelebihan asupan air. Pembesaran prostat, obstruksi, dan retensi urin dapat juga menyebabkan hesitancy dan urin menetes saat akhir berkemih. Anuria total jarang terjadi dan biasanya mengarah pada obstruksi uretra atau ureter bilateral, glomerulonefritis progresif cepat yang berat, atau oklusi arteri renalis bilateral atau aorta(2)
c.       Anamnesis Umum
Selalu lakukan anamnesis dengan lengkap. Pastikan apakah pasien memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, keganasan atau penyakit sistemik lainnya. Setiap infeksi yang baru terjadi, tetapi khas merupakan infeksi tenggorok akibat streptokokus, dapat memicu glomerulonefritis pasca infeksi. Riwayat obat – obatan dapat menujukkan penggunaan obat – obat nefrotoksik, terutama analgesik atau obat anti inflamasi non steroid. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga dapat mengarah pada penyakit keturunan, terutama penyakit ginjal polisiklik. Gejala seperti gatal, kram otot, anoreksia, mual, bahkan kebingungan sesuai dengan gangguan ginjal kronik. Hemoptisis mengarah pada penyakit vaskulitis, terutama sindrom Goodpasture(2).
2.      Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan fisik lengkap, termasuk pengukuran tekanan darah, funduskopi, pemeriksaan fisik untuk edema, dan pemeriksaan rektum dan vagina bila perlu. Periksa apakah ada peregangan kandung kemih. Carilah tand apenyakit sistemik pada seluruh sistem, terutama tanda neurologis dan reumatologis. Lesi katup jantung meningkatkan kecurigaan glomerulonefritis yang terkait dengan endokarditis infektif. Bruit perifer atau tidak terabanya nadi perifer menandakan penyakit vaskular dan pasien seperti ini beresiko mengalami stenosis arterirenalis, yang dapat menimbulkan bruit arteri renalis(2).
a.       Ginjal
Pembesaran ginjal adapt dipalpasi. Ginjal kanan yang terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena adanya hati, kadang dapat dipalpasi dalam keadaan normal. Untuk melakukan palpasi ginjal, letakkan tangan kanan diatas abdomen bagian atas pada sisi yang akan diperiksa. Pada sisi yang sama letakkan tangan kiri dengan jari – jari pada sudut ginjal yang dibentuk oleh batas lateral otot lumbal dan iga ke 12. Pada saat pasien inspirasi, dorong jari tangan kiri ke anterior beberapa kali. Anda akan merasakan pembesaran ginjal dengan tangan kanan saat ginjal bergerak kerongga abdomen bawah saat inspirasi dan terdorong ke anterior oleh jari tangan kiri anda(2).
b.      Status Cairan
Penting untuk mengetahui apakah pasien mengalami kelebihan atau kekurangan cairan tubuh. Tanda fisik yang berguna untuk menentukannya adalah edema pitting perifer, yang terlihat terutama dimata kaki dan sakrum, tanda edema paru, efusi, tekanan vena jugularis, dan turgor kulit. Irama derap (gallop) jantung dapat menandakan hipervolemia. Tekanan darah rendah, terutama yang berkaitan dengan posisi tubuh (hipotensi ortostatik), menandakan hipovolemia(2).
3.      Pemeriksaan Urin Sederhana
Pemeriksaan urin dengan carik celup (dipstik) berguna untuk hematuria, proteinuria, dan glukosuria. Gunakan mikroskop, idealnya dengan fase kontras, untuk memeriksa urin segar. Jika mungkin, lakukan sentrifugasi urin dan buang sebagian besar supernatan untuk mengonsentrasikan sel atau silinder(2).
a.       Sel darah merah. Dapat timbul dari bagian manapun traktus urinarius, namun sel darah merah yang mengalami deformitas (dismorfik) menandakan perdarahan glomerulus(2).
b.      Sel darah putih. Menandakan infllamasi, akibat infeksi bakteri jika merupakan sel polimorfonuklear atu nefritis interestisial jika merupakan eosinofil atau limfosit(2).
c.       Silinder. Merupakan agregat berbentuk silinder di tubulus distal atau duktus kolektivus. Silinder sel darah merah mengindikasikan perdarahan glomerulus, biasanya akibat glomerulonefritis. Silinder sel darah putih menandakan infeksi akut, biasanya bakterial. Silinder hialin dan silinder granular halus merupakan temuan normal. Silinder hialin terutama terutama terdiri dari protein dan dapat meningkatkan pada proteinuria. Silinder granular juga terutama terdiri dari protein. Silinder lemak dapat terjadi pada sindrom nefrotik. Silinder waxy berukuran besar dan terjadi pada tubulus yang berdilatasi pada gagal ginjal kronik(2).
d.      Kristal. Merupakan indikasi adanya kecenderungan pembentukan batu, namun tidak selalu bersifat patologis karena dapat pula terbentuk setelah pengumpalan urin. Idealnya, pemeriksaan kristal pada urin dilakukan pada saat urin masih segar dan pada suhu 370C(2).
e.       Agen infeksius. Nitrit dan leukosit esterase pada pemeriksaan carik celup menandakan infeksi. Ambil sampel urin midstream untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur(2).
f.       Proteinuria. Periksa kualitas setiap proteinuria dengan menghitung rasio protein, kreatini menggunakan urin sewaktu atau dari pengumpulan urin 24 jam(2).  
F       Pemeriksaan Laboratorium dan Pencitraan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Darah
Ambil darah vena untuk pemeriksaan biokimia dan hematologi urin. Prioritasnya adalah memastikan kadar kalium serum tidak meningkat membahayakan(2).
2.       Memperkirakan Laju Filtrat Glomerulus
a.       Ureum dan Kreatinin Serum
Karena ureum dan kreatinin diekskresikan oleh ginjal, maka keduanya terakumulasi didarah jika fungsi ginjal terganggu. Namun demikian, karena adanya kapasitas ginjal yang berlebih, kadar keduanya tidak meningkat berarti sampai laju filtrat glomerulus (LFG) turun menjadi sekitar 30 mL/menit dari nilai normalnya sekitar 120mL/menit. Kadar ureum meningkat akibat asupan tinggi protein atau keadaan katabolisme dan menurun pada penyakit hati atau overdehidrasi. Ureum diflitrasi secara bebas, namun juga direabsorpsi secara sebagian oleh tubulus, yang prosesnya meningkat (seiring dengan reabsorpsi natrium) pada dehidrasi atau penurunan perfusi ginjal, menyebabkan peningkatan ureum lebih besar daripada kreatinin. Kreatinin difiltrasi secara bebas, namun dusekresi sebagian oleh tubulus. Kreatinin diproduksi di otot dan individu dengan massa otot besar dapat memiliki nilai yang lebih tinggi.(2).
b.      Metode Bersihan
Ketika suatu zat difiltrasi, konsentrasi awal pada filtrat sama dengan konsentrasi pada plasma. Jika tidak terjadi reabsorpsi, atau sekresi, maka kualitas suatu zat yang diekskresi dalam urin selama 1 menit adalah sama dengan kuantitas yang berpindah dari plasma melalui filtrasi selama 1 menit. Jumlah yang diekskresi dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi urin dengan laju aliran urin per menit. Jumlah ini harus sama dengan konsentrasi plasma dikalikan LFG (volume filtrat yang terbentuk selama 1 menit). Dengan mengukur konsentrasi konsentrasi suatu zat dalam plasma dan urin serta laju aliran urin permenit, maka LFG dapat diperkirakan(2).
Bersihan kreatinin memberikan perkiraan rutin mengenai LFG. Pengumpulan urin 24 jam memberikan informai laju aliran urin dalam milimeter per menit. Bersihan kreatinin sedikit melebihkan perkiraan LFG karena adanya sekresi kreatinin tubulus. Sekresi ini tentunya juga kesalahan yang terjadi, meningkat jika LFG rendah. Simetidin dan trimetropim mengahmbat sekresi kreatinin dan dengan demikian meningkatkan kadar kreatinin darah dan menurunkan bersihan kreatinin yang terukur. Inulin tidak disekresi atau direabsorpsi dan digunakan untuk menentukan LFG secara akurat untuk penelitian. Algoritma – algoritma seperti algoritma Cockcroft – Gault dapat memprediksi bersihan kreatinin dengan cukup akurat menggunakan kreatinin plasma dan berbagai variabel seperti usia pasien, berat badan dan jenis kelamin(2).  
c.       Metode Radio – Isotop
LFG dapat diperkirakan dengan mengikuti penurunan konsentrasi dalam darah zat yang disuntikkan seperti 51Cr – EDTA (chromium – 51 – labeled ethylenediaminetetra – acetic acid) atau 99mTc – DTPA (technetium – 99m – labeled diethylenetriamininepenta – acetic acid). Zat – zat ini dibersihkan hanya oleh ginjal. Laju pembersihan ini diperkirakan dari pengukuran plasma serial dan mencerminkan LFG(2).
3.      Pemeriksaan Biokimia Lain
Kadar albumin serum rendah pada sindrom nefrotik akibat kehilangan protein melalui urin. Sindrom nefrotik juga menyebabkan hiperlipidema. Elektroforesis protein plasma dapat menurunkan kelebihan imunoglobulin monoklonal yang sesuai dengan mieloma atau kelainan sel B lainnya. Elektroforesis urin dapat menunjukkan kebococran imunoglobulin bebas rantai ringan di urin. Miogloblin di darah atau urin menunjukkan rabdomiolisis, dan hemoglobin bebas di darah dan urin menunjukkan hemolisis. Mioglobin dan hemoglobin bebas bersifat toksik bagi tubulus ginjal. Analisis gas darah arteri akan menunjukkan gangguan asam – basa(2).  
4.      Pemeriksaan Imunologis
Berbagai pemeriksaan imunologis dan mikrobiologis dapat bermanfaat. Antibodi sitoplasmik antineutrofil menandakan vaskulitis dan antibodi terhadap antimembran basal glomerulus menandakan sindrom Goodpasture. Antibodi nuklear, antibodi terhadap DNA untai ganda, dan kadar komplemen rendah menandakan lupus eritermatosus sistemik(2).
5.      Pencitraan Ginjal
Ultrasonografi memberikan informasi mengenai ukuran dan anatomi ginjal, termasuk adanya krista atau dilatasi kaliks, yang menandakan obstruksi. Pemeriksaan Doppler dapat digunakan untuk menilai aliran arteri dan vena renalis. CT dan MRI dapat juga memvisualisasi sistem ginjal(2).
Foto polos dapat menunjukkan ukuran ginjal dan mendeteksi batu radio – opak. Kontras intravena akan memberi gambaran urogram intravena (IVU) yang memperlihatkan bentuk ginjal dan saluran kemih. Sayangnya kontras kadang dapat bersifat nefrotoksik, terutama pada pasien dehidrasi. CT scan spiral dengan kontras intravena dapat memberikan gambaran seluruh saluran ginjal dengan sempurna(2).
Saluran kemih juga diperiksa dengan menginjeksikan kintras menaiki ke ureter melalui uretra dan kandung kemih atau menuruni uretrer melalui penyuntikan perkutan pada pelvis ginjal. Angiografi ginjal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter arteri pada arteri brakhialis atau femoralis dan menginjeksikan kontras radio – opak ke arteri renalis untuk memvisualisasi arteri tersebut(2).
a.       Pencitraan Nuklir
Pemindaian dengan 99mTc – DTPA memberikan informasi dinamis mengenai aliran darah ginjal dan pemindaian dengan DMSA (dimercaptosuccinic acid) memberikan informasi statis mengenai fungsi ginjal yang terlokalisasi(2).
99mTc – DTPA disekresi cepat oleh filtrasi ginjal dan setelah injeksi bolus intravena, peningkatan, dan penurunan radiosktivitas pada ginjal dapat terdeteksi dan dihitung dengan kamera gamma. Kinetika dari perubahan ini memberikan informasi yang baik mengenia aliran darah ginjal(2).
99mTc – DTPA terlokalisasi pada sel tubulus proksimal yang melakukan ambilan suksinat setelah injeksi intravena dan gambar kamera gamma menunjukkan lokalisasi, bentuk, dan fungsi setiap ginjal secara terpisah(2).
6.      Biopsi Ginjal
Diagnosis histologis apapun dari penyakit ginjal membutuhkan biopsi ginjal. Biopsi perkutan dengan jarum cutting panjang melalui punggung, biasanya dengan panduan ultrasonografi. Komplikasi mayor tindakan ini adalah perdarahan. Biopsi terbuka jarang dilakukan. Jaringan yang diambil kemudian diperiksa dengan mikroskop cahaya, immunostainning menggunakan antibodi terhadap komplemen atau imunoglobulin, dan seringkali dengan mikroskop elektron(2).
G      Pengaturan Obat dan Molekul Organik oleh Ginjal
1.      Gambaran Umum Kinetika Obat
Semua obat, kecuali yang diinjeksikan secara intravena, harus diabsorpsi dari lokalisasi pemberiannya (misalnya usus, kulit, atau otot) kedalam darah dan berjalan menuju lokasi kerjanya. Sebagian besar obat oral diabsorsi di usus halus. Beberapa obat mengalami “metabolisme lintas pertama” dimana obat dimetabolisme atau diinaktivasi di hati, atau yang lebih jarang di usus atau paru, sebelum obat mencapai sirkulasi sistemik. Begitu diabsorpsi, obat tersebar diseluruh volume distribusinya, yang dapat hanya melibatkan jaringan tertentu(2).
Protein plasma mengikat banyak obat dan albumin mengikat obat yang bersifat asam, dan asam α1- glikoprotein mengikat obat yang bersifat basa. Obat yang berkaitan kuat dengan protein plasma cenderung bertahan dalam sirkulasi. Jika ikatan dengan protein rendah, distribusi obat bergantung pada kelarutan dalam lemak. Obat yang larut air bertahan di cairan ekstraselular, sementara obat yang larut lemak dapat masuk ke dalam sel dan bahkan dapat terkonsentrasi di jaringan lemak(2).
Obat dapat dimetabolisme, terutama di hati, dan aktivitas metabolitnya dapat berbeda dari bentuk aslinya. Reaksi fase 1 menyebabkan oksidasi, reduksi, atau hidrolisis obat dan melibatkan sitokrom P450 mixed function oksidase. Reaksi fase II menambah gugus seperti glukuronidase atau sulfat ke produk fase I untuk meningkatkan kelarutan dalam air. Metabolit ini dapat diekskresi dari hati ke dalam empedu atau dari ginjal ke dalam urin. Banyak obat diekskresi oleh ginjal, dan dapat terakumulasi sampai kadar toksik jika terdapat gangguan ginjal(2).


2.      Penanganan Obat Oleh Ginjal
Obat yang berikatan dengan protein plasma tidak difiltrasi karena protein tidak di filtrasi. Filtrasi obat yang tidak berikatan dengan protein bergantung pada ukuran dan muatannya. Transporter anion dan kation organik di tubulus proksimal dapat menyekresi obat dan dapat tersaturasi. Rebsorpsi obat di tubulus tidak berperan besar(2).
Anion. Transpor anion basolateral dimotori oleh Na+/K+ ATPase. Hal ini menciptakan gradien natrium yang mendorong transpor α – ketoglutarat2- (αKG) kedalam sel oleh kotransporter natrium dikarboksilat (NaDC3). Protein transporter anion organik (organic anion transporter, OAT) basolateral kemudian memindahkan anion kedalam sel dan menukarnya dengan α – ketoglutarat2-. Anion ditrasnpor melintasi membran apikal oleh protein OAT yang berbeda sesuai gradien konsentrasi(2).
Kation. Transpor kation apikal juga dimotori oleh Na+/Ka+ ATPase. Hal ini menciptakan gradien natrium yang mendorong transpor hidrogen ke luar sel oleh penukar natrium hidrogen (NHE3). Protein transporter kation organik (organic cation transporter, OCT) apikal kemudian memindahkan kation kecil ke luar sel dan menukarnya dengan hidrogen. Terdapat pula transpor aktif kation yang lebih besar melintasi membran apikal oleh transporter ATPase MDRI. Kation ditrasnpor melintasi membran basolateral oleh protein OCT yang berbeda sesuai gradien konsentrasi(2).
Obat – obat kationik tidka terakumulasi di sel tubulus karena obat – obat tersebut ditranspor ke luar sel dibagian apikal secara aktif. Namun demikian, obat – obtan anionik dapat terakumulasi samapai kadar toksik karena transpor basolateral tidak berjalan secara aktif. Probenesid menghambat ekskresi penisilin ileh protein OAT dan telah digunakan untuk meningkatkan kadar penisilin dalam plasma(2).


3.      Efek pH Urin
pH urin mempengaruhi apakah suatu asam atau basa orgaik akan diprotonasi (diberi proton) sehinggan memiliki muatan atau tidak. Zat bermuatan akan lebih larut dalam air dan lebih diekskresi oleh ginjal(2).
4.      Merespkan Obat yang Diekskresikan oleh Ginjal
Ekskresi obat oleh ginjal menunjukkan kenetika derajat pertama. Hal ini berarti laju pengeluaran obat sebanding dengan konsentrasi obat dalam plasma. Setelah pemberian dosis tunggal, kadar dalam plasma meningkat, mencapai puncak, dan menurun. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan dari kadar puncak sampai mencapai separuhnya. Dengan dosis stabil, diperlukan empat kali waktu paruh untuk mencapai steady state (kondisi stabil). Pemberian dosis yang sama dengan jumlah obat dalam tubuh dalam keadaan steady state akan menghilangkan keterlambatan ini. Maka, dosis rumatan merupakan separuh dosis loading dan diberikan sekali setiap waktu paruh. Volume distribusi dihitung dengan membagi jumlah obat yang diberikan dengan konsentrasi dalam plasma. Untuk mencapai kadar dalam plasma yang terukur, obat harus tersebar rata didalam volume plasma. Kadar pada keadaan steady state meningkat seiring dengan peningkatan dosis, frekuensi dosis, waktu paruh atau absorpsi, dan penurunan volume distribusi(2).
5.      Meresepkan Obat Pada Gangguan Ginjal
Gangguan ginjal mengurangi filtrasi glomerulus dan sekresi obat pada tubulus. Dosis obat biasanya terpengaruh bila lebih dari 50% eliminasi obat yang normal dilakukan oleh ginjal. Untuk menghindari toksisitas, dosis perlu dikurangi atau interval pemberiannya ditingkatkan. Jika perlu, kadar obat dimonitor. Sebagian besar hormon polipeptida, termasuk hormon insulin dan paratiroid, dimetabolisme di ginjal dan bersihannya berkurang pada keadaan gangguan ginjal. Pada penyakit ginjal kronik, pengikatan protein pada obat yang bersifat asam (seperti fenitoin dan teofilin) berkurang karena toksin ureum berkompetisi merebut lokasi pengikatan obat pada albumin. Sebaliknya, pengikatan protein pada obat yang basa akan meningkat pada pasien uremia yang kadar asam α1-glikoprotein meningkat(2).
6.      Dialisis
Obat yang larut air lebih mudah dikeluarkan melalui dialisis daripada obat yang larut lemak. Obat yang berikatan kuat dengan protein sukar dikeluarkan. Obat seperti digoksin, dengan volume distribusi yang sangat besar, memiliki kosentrasi dalam plasma yang rendah, dan karenanya sukar dikeluarkan. Jika suatu obat sebgaian besar dieliminasi oleh dialisis, maka biasanya diberikan satu dosis setelah setiap dialisis. Hemofiltrasi dapat mengeluarkan molekul yang lebih besar daripada hemodialisis karena ukuran pori membran hemofiltrasi lebih besar daripada hemodialisis. Dialisis peritoneal relatif tidak efisien dalam membersihkan obat(2).
Obat yang terutama dieliminasi di ginjal
Obat yang ikatannya dengan protein berkurang pada gagal ginjal
Ampisilin
Barbiturat
Sefalosporin
Benzil Penisilin
Digoksin
Diazepam
Etambutol
Morfin
Gentamisin
Fenitoin
Streptomisin
Warfarin
Tetrasiklin
Sulfonamid
Vankomisin


H      Farmakologi Ginjal
Diuretik meningkatkan volume urin. Kerja obat ini meningkatkan jumlah zat yang aktif secara osmotik (biasanya ion klorida dan ion natrium) didalam tubulus. Hali ini melawan reabsorpsi air dan meningkatkan volume urin(2).
1.      Diuretik Ioop
Diuretik Ioop merupakan diuretik kuat dan meliputi furosemid, bumetanid, dan asam etakrinat. Obat – obatan ini berikatan kuat dengan plasma, namun diekskresi ditubulus oleh transporter anion organik.diuretik Ioop berikatan dengan kotransporter NKCC2 di ansa henle segmen asendens tebal. Ikatan ini menghambat reabsorpsi natrium, kalium, dan klorida yang menyebabkan diuresis dengan hilangnya elektrolit – elektrolit ini. Perbedaan voltase transelular menurun dan reabsorpsi kalsium serta magnesium praselular juga berkurang(2).
Reabsorpsi garam disegmen asendens normalnya memekatnya interestisium medula. Dengan mengeblok proses ini, diuretik Ioop dapat menurunkan kemampuan ginjal dalam memekatkan urin. Peningkatan masuknya natrium kedalam sel prinsipal diduktus kolektivus meningkatkan sekresi kalium sebagai pengganti reabsorpsi natrium(2).
2.      Tiazid: Diuretik Tubulus Distal
Tiazid merupakan diuretik lemah dan disekresi kedalam tubulus proksimal. Obat ini menghambta secara reversibel kotransporter NaCl apikal NCC diawal tubulus distal dengan berikatan pada lokasi pengikatan klorida. Dengan demikian, lebih banyak natrium yang masuk kedalam sel prinsipal di duktus kolektivus. Sebagaian natrium berlebih ditukar dengan kalium, sehingga menyebabkan hipokalemia. Reabsorpsi kalsium meningkat dan tiazid dapat digunakan untuk mengobati hiperkalsiuria. Penurunan reabsorpsi natrium menurunkan konsentrasi natrium intraselular, merangsang pertukaran natrium-kalsium basolateral (melalui trasnporter NCX) dan meningkatkan reabsorpsi kalsium. Tiazid juga digunakan untuk mengobati hipertensi karena dapat menurunkan resistensi perifer, namun mekanisme kerjanya belum jelas. Efek samping obat ini meliputi deplesi natrium, kalium, klorida, dan magnesium. Kadar kolesterol dan urat dapat meningkat(2). 


3.      Diuretik Hemat Kalium di Duktus Kolektivus
Amilorid dan triamteren terutama digunakan untuk mengurangi hilangnya kalium oleh diuretik Loop. Pada sel partisipalduktus kolektivus kortikal, masuknya natrium dari lumen melalui kanal natrium epitel EnaC menyebabkan keluarnya kalium di bagian apikal. Oleh karena itu, reabsorpsi natrium berkaitan dengan sekresi kalium dan keduanya bergantung pada aktivitas Na+/Ka+ ATPase basolateral. Amilorid berkompetisi dengan natrium memperebutkan suatu lokasi dikanal EnaC sehingga mengeblok reabsorpsi natrium dan sekresi kalium. Triameteren memiliki kerja yang serupa(2).
Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan meningkatkan transkripsi kanal EnaC dan Na+/K+ ATPase. Spironolakton mengeblok reseptor aldosteron (reseptor mineralokortikoid tipe 1), sehingga menurunkan reabsorpsi natrium dan sekresi kalium(2).
Efek samping diuretik hemat kalium meliputi hiperkalemia, dan pada penggunaan spironolakton, timbul efek antiandrogenik yang dapat menyebabkan ginekomastia. Antibiotik pentamidin dan trimetoprim dapat menyebabkan hiperkalemia melalui kerjanya yang menyerupai amilorid(2).
4.      Inhibitor Karbonat Anhidrase
Inhibitor karbonat anhidrase reaksi karbon dioksida dan air sehingga mencegah pertukaran Na/H dan reabsorpsi bikarbonat. Peningkatan kadar bikarbonat dalam filtrat akan melawan reabsorpsi air. Reabsorpsi natrium ditubulus proksimal juga berkurang karena sebagian prosesnya tergantung pada reabsorpsi bikarbonat(2).
5.      Diuretik Osmotik
Diuretik osmotik, seperti manitol atau gliserol, difiltrasi di glomerulus dan kemudian tidak direabsorpsi. Saat filtrat bergerak disepanjang nefron, terjadi reabsorpsi air dan konsentrasi diuretik osmotik meningkat sampai efek osmotiknya melawan reabsorpsi tanpa air. Akhirnya, reabsorpsi natrium juga dihambat karena gradien netrium antara filtrat dan plasma meningkat sampai kesuatu titik dimana natrium akan bergerak kembali kedalam lumen(2).
Monitol, suatu diuretik osmotik, menarik air dari sel secara osmotik dan digunakan untuk dehidrasi sel otak pada keadaan edema serebri. Manitol meningkatkan aliran darah ginjal dengan meningkatkan volume ekstraselular dan intravaskular serta menurunkan volume sel darah merah dan viskositas darah. Peningkatan aliaran darah dapat menurunkan osmolitas interestisial medula, sehingga mengurangi kapasitasnya dalam memekatkan urin. Infus manitol kadang diberikan untuk mencegah gagal ginjal akut pada keadaan beresiko tinggi. Kegunaannya masih kontroversial dan kelebihan infus ini dapat menyebabkan kelebihan beban volume jika terjadi gangguan fungsi ginjal(2).
Glukosa difiltrasi di glomerulus. Kadar glukosa plasma yang tinggi menyebabkan kadar glukosa filtrat yang tinggi, yang dapat melebihi kapasitas reabsorpsi tubulus. Glukosa kemudian bertindak sebagai diuretik osmotik yang menyebabkan deplesi volume selama hiperglikemia diabetik. Kadar ureum yang tinggi akibat metabolisme protein juga dapat menyebabkan diuresis osmotik pada ginjal yang masih berfungsi(2).




DAFTAR PUSTAKA

1.         Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC: 2006
2.         Chris O’ Callaghan. At a Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: EMS: 2007
3.         Diah, Choirul, Syalfinaf, Endang. Biologi 2.  Jakarta: Esis: 2006


Tidak ada komentar:

Posting Komentar